TUTORIAL CAT
TEMBOK
Bagian I – Pengenalan
Cat Tembok adalah cat yang paling banyak diproduksi dan
dipakai oleh masyarakat. Adapun cat tembok adalah jenis cat yang tergolong
paling "tricky" karena beragamnya merk, kualitas, dan rentang harga
yang terdapat di pasaran. Selain itu, cat tembok water based adalah jenis cat
yang paling kompleks juga, karena beragamnya bahan baku yang digunakan dalam
pembuatannya dan proses optimalisasi formulasinya yang tergolong cukup rumit
karena banyaknya variabel bahan baku tersebut. Dari sisi komersial sebagai
contoh, banyak cat tembok yang dijual di pasaran dengan harga di level 80 ribu
rupiah per pail (22 L) dan ada juga yang dijual dengan harga sampai 2-3 juta
rupiah per pail (22 L). Bayangkan betapa lebarnya rentang harga yang tersedia.
Kenapa cat tembok bisa mahal? dan kenapa bisa murah? Ikuti tutorial seri cat
tembok ini sebagai bagian dari knowledge base tentang formulasi cat dan
optimalisasinya.
Bagian 2 - Jenis Cat
Tembok
A. Berdasarkan Aplikasi
* Interior
* Exterior
Pada umumnya cat interior lebih banyak dari sisi volume karena pengecatan di dalam bangunan membutuhkan lebih banyak cat daripada di luar bangunan. Kenapa dibedakan antara interior dan exterior? Pada dasarnya untuk exterior adalah karena efek dari sinar UV (dari matahari) yang menyebabkan kerusakan pada polimer cat tembok tersebut. Ada polimer yang mampu bertahan dengan sinar UV dari matahari (dengan bantuan additif dan bahan baku yang sesuai). Untuk aplikasi interior biasanya akan relatif lebih mild serangan sinar UV tersebut, sehingga kerusakan polimer akan (jauh) lebih lambat. Kerusakan polimer dapat ditunjukkan antara lain dengan ciri sebagai berikut : menguning (yellowing), pecah (cracking), warna pudar, dll.
B. Berdasarkan Bahan Baku Utama yang Umum (Latex / Resin / Binder)
* Full Acrylic - Pemakaian untuk interior dan exterior (penekanan di exterior)
* Styrene Acrylic - Pemakaian untuk interior maupun interior/exterior (2 in 1)
* Vinyl Acrylic - Pemakaian umumnya untuk interior saja
Penekanan bahan baku adalah pada sifat yellowing, dimana dari ketiga bahan baku populer yang disebutkan diatas, ada bahan baku spesifik yang sesuai untuk aplikasi-aplikasi tertentu. Selain bahan yang disebutkan diatas, ada juga bahan baku yang lain yang dinamakan Veova Acrylic dan juga VAE Acrylic (Vinyl Acetate/Ethylene). Ini adalah pengembangan dari bahan baku Vinyl Acrylic yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas binder tersebut.
Dari kategori diatas bisa disimpulkan bahwa, Full Acrylic ~ Non Yellowing, Styrene Acrylic ~ Slightly Yellowing, dan Vinyl Acrylic ~ Yellowing. Semua adalah acrylic technology, yang membedakan adalah polymer building block daripada jenis-jenis latex tersebut, dan sifat yellowing yang terjadi adalah karena bahan baku yang "dimasak" pada saat pembuatan latex tersebut.
C. Berdasarkan Kualitas
Saat kita bicara kualitas, disini adalah hal yang "tricky" pada cat tembok mulai terjadi. Perbedaan harga yang signifikan selain dikarenakan penggunaan latex yang berbeda, juga karena adanya variasi dalam PVC (Pigment Volume Content). Yang disebut sebagai Pigment disini adalah termasuk filler (bahan pengisi) dan pigment (pewarna) itu sendiri. PVC yang disebut-sebut pada pembahasan cat tembok ini adalah istilah spesifik pada cat tembok, jadi bukan PVC = Poly Vinyl Chloride (resin plastik).
Kategori cat berdasarkan PVC :
* High PVC ~ cat tembok low-end (murah) - disebut juga sebagai FLAT wall paint
* Medium PVC ~ cat tembok medium-end (menengah) - disebut juga sebagai MEDIUM/SATIN/SEMI-GLOSS wall paint
* Low PVC ~ cat tembok high-end (mahal) - disebut juga sebagai GLOSS wall paint
Umumnya cat tembok High PVC bisa sampai 85-90% PVC dalam formulasinya, Medium PVC antara 50-60%, dan Low PVC antara 30-40%. Tidak ada yang exact dalam klasifikasi produsen untuk jenis-jenis cat berdasarkan ini, tapi harga jual (biasanya) akan "merepresentasikan" kualitas cat-nya.
PVC sendiri bisa diukur secara kualitas dari density-nya (berat jenis). Karena kandungan PVC adalah filler/pigment yang relatif berat dan bisa terbasahi oleh bahan baku cat waterbased tersebut, makan semakin tinggi PVC-nya, akan semakin tinggi pula density cat tersebut (secara kualitatif, tidak ada yang eksak disini). Cara simpel untuk melihat density adalah dengan membandingkan beratnya pada volume yang sama. Contoh (hanya sebagai ilustrasi saja) dengan pail yang seukuran, ada cat tembok yang pada volume tertentu pada pail (misal 22 L) setelah ditimbang ternyata beratnya 22 kg, tapi ada cat lain dengan volume sama pada pail yang sama ditimbang beratnya sampai 25 kg. Hal ini berarti density-nya berbeda pada volume yang sama. Secara awam bisa disimpulkan bahwa cat dengan density yang lebih tinggi berarti memiliki kandungan filler lebih tinggi. Kandungan filler tinggi ~ high pvc ~ low quality.
Jadi kalau anda dihadapkan dengan pilihan 2 cat tembok, secara kasat mata bisa diukur bahwa cat tembok dengan density lebih berat berarti memiliki PVC lebih tinggi, dan dengan demikian dapat diambil kesimpulan secara kualitatif bahwa cat dengan PVC lebih tinggi tersebut akan lebih inferior daripada cat dengan PVC lebih rendah.
Tapi karena ini adalah pengukuran kualitatif, maka ini hanyalah guidance saja, karena faktor penggunaan bahan baku juga amat sangat berpengaruh. Ada filler2 yang densitynya ringan, adapula yang berat. Ada latex yang bagus, ada yang jelek. Cat density rendah, tapi latex yang digunakan adalah yang berkualitas jelek, maka cat juga akan jelek.
Bicara mengenai PVC, ada produsen yang cukup "jujur" dalam mengklasifikasikan produk2nya kedalam 3 kategori PVC itu dengan merk yang berbeda, walaupun mereka tidak memberitahu ke konsumen tentang kenapa sebenarnya mengklasifikasikan seperti itu. Yang konsumen tahu adalah perbedaan harganya saja.
Kita akan menggunakan analogi yang kreatif dengan Pu-Yung-Hai, tentunya kebanyakan dari kita mengenal jenis makanan yang satu ini. Jika kita anggap Telur = Binder, kemudian Tepung = Filler, Daging = Pigment, dan Rasa = Kualitas, maka bisa kita analogikan bahwa Low PVC paint adalah Pu Yung Hai yang terenak, karena menggunakan filler/tepung sedikit (filler tidak bisa dihilangkan), pigment/daging secukupnya, binder/telur yang cukup sehingga berasa enak. Pada High PVC paint, yang terjadi adalah binder/telur yang digunakan dengan jumlah yang sama, pigment/daging dengan jumlah yang sama, tapi filler/tepungnya ditambahkan banyak, hasilnya adalah Pu Yung Hai-nya terlihat gendut (dan berat), tapi rasanya tidak seenak dengan Pu Yung Hai yang pertama dimana rasa telur dan dagingnya lebih "nendang". Semoga analogi ini bisa dimengerti, penggunaan filler yang berlebihan akan menjadikan kualitas cat tembok menurun, tapi tentunya akan menurunkan juga harga jual (apalagi jika dijual per kilo).
* Interior
* Exterior
Pada umumnya cat interior lebih banyak dari sisi volume karena pengecatan di dalam bangunan membutuhkan lebih banyak cat daripada di luar bangunan. Kenapa dibedakan antara interior dan exterior? Pada dasarnya untuk exterior adalah karena efek dari sinar UV (dari matahari) yang menyebabkan kerusakan pada polimer cat tembok tersebut. Ada polimer yang mampu bertahan dengan sinar UV dari matahari (dengan bantuan additif dan bahan baku yang sesuai). Untuk aplikasi interior biasanya akan relatif lebih mild serangan sinar UV tersebut, sehingga kerusakan polimer akan (jauh) lebih lambat. Kerusakan polimer dapat ditunjukkan antara lain dengan ciri sebagai berikut : menguning (yellowing), pecah (cracking), warna pudar, dll.
B. Berdasarkan Bahan Baku Utama yang Umum (Latex / Resin / Binder)
* Full Acrylic - Pemakaian untuk interior dan exterior (penekanan di exterior)
* Styrene Acrylic - Pemakaian untuk interior maupun interior/exterior (2 in 1)
* Vinyl Acrylic - Pemakaian umumnya untuk interior saja
Penekanan bahan baku adalah pada sifat yellowing, dimana dari ketiga bahan baku populer yang disebutkan diatas, ada bahan baku spesifik yang sesuai untuk aplikasi-aplikasi tertentu. Selain bahan yang disebutkan diatas, ada juga bahan baku yang lain yang dinamakan Veova Acrylic dan juga VAE Acrylic (Vinyl Acetate/Ethylene). Ini adalah pengembangan dari bahan baku Vinyl Acrylic yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas binder tersebut.
Dari kategori diatas bisa disimpulkan bahwa, Full Acrylic ~ Non Yellowing, Styrene Acrylic ~ Slightly Yellowing, dan Vinyl Acrylic ~ Yellowing. Semua adalah acrylic technology, yang membedakan adalah polymer building block daripada jenis-jenis latex tersebut, dan sifat yellowing yang terjadi adalah karena bahan baku yang "dimasak" pada saat pembuatan latex tersebut.
C. Berdasarkan Kualitas
Saat kita bicara kualitas, disini adalah hal yang "tricky" pada cat tembok mulai terjadi. Perbedaan harga yang signifikan selain dikarenakan penggunaan latex yang berbeda, juga karena adanya variasi dalam PVC (Pigment Volume Content). Yang disebut sebagai Pigment disini adalah termasuk filler (bahan pengisi) dan pigment (pewarna) itu sendiri. PVC yang disebut-sebut pada pembahasan cat tembok ini adalah istilah spesifik pada cat tembok, jadi bukan PVC = Poly Vinyl Chloride (resin plastik).
Kategori cat berdasarkan PVC :
* High PVC ~ cat tembok low-end (murah) - disebut juga sebagai FLAT wall paint
* Medium PVC ~ cat tembok medium-end (menengah) - disebut juga sebagai MEDIUM/SATIN/SEMI-GLOSS wall paint
* Low PVC ~ cat tembok high-end (mahal) - disebut juga sebagai GLOSS wall paint
Umumnya cat tembok High PVC bisa sampai 85-90% PVC dalam formulasinya, Medium PVC antara 50-60%, dan Low PVC antara 30-40%. Tidak ada yang exact dalam klasifikasi produsen untuk jenis-jenis cat berdasarkan ini, tapi harga jual (biasanya) akan "merepresentasikan" kualitas cat-nya.
PVC sendiri bisa diukur secara kualitas dari density-nya (berat jenis). Karena kandungan PVC adalah filler/pigment yang relatif berat dan bisa terbasahi oleh bahan baku cat waterbased tersebut, makan semakin tinggi PVC-nya, akan semakin tinggi pula density cat tersebut (secara kualitatif, tidak ada yang eksak disini). Cara simpel untuk melihat density adalah dengan membandingkan beratnya pada volume yang sama. Contoh (hanya sebagai ilustrasi saja) dengan pail yang seukuran, ada cat tembok yang pada volume tertentu pada pail (misal 22 L) setelah ditimbang ternyata beratnya 22 kg, tapi ada cat lain dengan volume sama pada pail yang sama ditimbang beratnya sampai 25 kg. Hal ini berarti density-nya berbeda pada volume yang sama. Secara awam bisa disimpulkan bahwa cat dengan density yang lebih tinggi berarti memiliki kandungan filler lebih tinggi. Kandungan filler tinggi ~ high pvc ~ low quality.
Jadi kalau anda dihadapkan dengan pilihan 2 cat tembok, secara kasat mata bisa diukur bahwa cat tembok dengan density lebih berat berarti memiliki PVC lebih tinggi, dan dengan demikian dapat diambil kesimpulan secara kualitatif bahwa cat dengan PVC lebih tinggi tersebut akan lebih inferior daripada cat dengan PVC lebih rendah.
Tapi karena ini adalah pengukuran kualitatif, maka ini hanyalah guidance saja, karena faktor penggunaan bahan baku juga amat sangat berpengaruh. Ada filler2 yang densitynya ringan, adapula yang berat. Ada latex yang bagus, ada yang jelek. Cat density rendah, tapi latex yang digunakan adalah yang berkualitas jelek, maka cat juga akan jelek.
Bicara mengenai PVC, ada produsen yang cukup "jujur" dalam mengklasifikasikan produk2nya kedalam 3 kategori PVC itu dengan merk yang berbeda, walaupun mereka tidak memberitahu ke konsumen tentang kenapa sebenarnya mengklasifikasikan seperti itu. Yang konsumen tahu adalah perbedaan harganya saja.
Kita akan menggunakan analogi yang kreatif dengan Pu-Yung-Hai, tentunya kebanyakan dari kita mengenal jenis makanan yang satu ini. Jika kita anggap Telur = Binder, kemudian Tepung = Filler, Daging = Pigment, dan Rasa = Kualitas, maka bisa kita analogikan bahwa Low PVC paint adalah Pu Yung Hai yang terenak, karena menggunakan filler/tepung sedikit (filler tidak bisa dihilangkan), pigment/daging secukupnya, binder/telur yang cukup sehingga berasa enak. Pada High PVC paint, yang terjadi adalah binder/telur yang digunakan dengan jumlah yang sama, pigment/daging dengan jumlah yang sama, tapi filler/tepungnya ditambahkan banyak, hasilnya adalah Pu Yung Hai-nya terlihat gendut (dan berat), tapi rasanya tidak seenak dengan Pu Yung Hai yang pertama dimana rasa telur dan dagingnya lebih "nendang". Semoga analogi ini bisa dimengerti, penggunaan filler yang berlebihan akan menjadikan kualitas cat tembok menurun, tapi tentunya akan menurunkan juga harga jual (apalagi jika dijual per kilo).
Anonim mengatakan...
Salam kenal,
Saya mempunyai pertanyaan seputar binder,dimana pembagian binder pada umumnya terdiri dari :
- full acrylic
- styrene acrylic
- vinyl acrylic
- veova acrylic
Namun yg terjadi dilapangan sejauh ini, masih ada bbrp perusahaan yg menggunakan binder pvac atau polyvinyl acetate sebagai bindernya.
yg menjadi pertanyaan saya, apakah pvac termasuk salah satu bahan baku pembuatan cat dalam segi binder ? apakah kelebihan dan kekurangan dari pvac tersebut, di luar dari masalah ekonomis tentunya ?
Jawaban...
Saya mempunyai pertanyaan seputar binder,dimana pembagian binder pada umumnya terdiri dari :
- full acrylic
- styrene acrylic
- vinyl acrylic
- veova acrylic
Namun yg terjadi dilapangan sejauh ini, masih ada bbrp perusahaan yg menggunakan binder pvac atau polyvinyl acetate sebagai bindernya.
yg menjadi pertanyaan saya, apakah pvac termasuk salah satu bahan baku pembuatan cat dalam segi binder ? apakah kelebihan dan kekurangan dari pvac tersebut, di luar dari masalah ekonomis tentunya ?
Jawaban...
PVAC adalah latex yang dibentuk dari VAM (Vinyl Acetate
Monomers). Umumnya banyak digunakan sebagai bahan baku adhesive (lem putih
istilahnya) yang banyak dipakai untuk wood laminates, book binding, etc.
Walaupun latex ini bisa dipakai sebagai bahan baku cat tembok, tapi
kenyataannya adalah ketahan terhadap UV-nya relatif sangat kurang, sehingga
tidak direkomendasikan untuk pemakaian exterior. Yang lebih umum sebenarnya
adalah "blending" antara VAM dan Acrylic Monomers sehingga
menghasilkan Vinyl Acrylic yang memberikan performance lebih baik daripada PVAc
untuk aplikasi cat tembok.
Bagian 3 - Testing Untuk Penentuan Kualitas
Cat Tembok
Kita mulai pembahasan yang lebih teknis disini dimana akan
semakin banyak istilah teknis yang digunakan. Blog ini adalah sebagai sarana
berbagi saja, banyak sekali aspek teknis yang berhubungan dengan cat tembok,
untuk tukar pikiran lebih lanjut bisa melalui komentar ataupun email.
Kualitas cat tembok dilihat dari beberapa jenis performance, sebelum aplikasi, saat aplikasi, dan setelah aplikas pada lapisan cat-nya (selanjutnya disebut : film). Sesaat setelah diaplikasi, maka terbentuk permukaan film diatas substrate (dalam hal ini tembok). Setelah cat kering, selanjutnya bisa ditentukan performance dari film tersebut.
Adapun performance umum yang diukur (sebelum, saat, dan setelah aplikasi) adalah antara lain :
Kualitas cat tembok dilihat dari beberapa jenis performance, sebelum aplikasi, saat aplikasi, dan setelah aplikas pada lapisan cat-nya (selanjutnya disebut : film). Sesaat setelah diaplikasi, maka terbentuk permukaan film diatas substrate (dalam hal ini tembok). Setelah cat kering, selanjutnya bisa ditentukan performance dari film tersebut.
Adapun performance umum yang diukur (sebelum, saat, dan setelah aplikasi) adalah antara lain :
1. Adhesi
Untuk tembok lama - substrate harus sudah bersih dan kering, jika pengecatan dilakukan dengan "menumpuk" pada permukaan cat lama, maka adhesi yang terjadi adalah tetap adhesi cat lama dengan tembok, dan adhesi cat baru dengan cat lama. Pengukuran adhesi bisa dengan cross-cut test (cross-cut dengan cutter berbentuk kotak-kotak tiap 1 mm sebanyak 11 line x 11 line, kemudian memakai selotip 3M 0.5 inch, dan ditarik, check apakah ada lapisan film terbawa). Testing adhesi ini biasanya dilakukan setelah cat tembok benar2 kering, dan biasanya terjadi minimal 7 (tujuh) hari setelah pengecatan.
Agar adhesi bagus, untuk aplikasi pengecatan tembok baru - sebaiknya tembok sudah kering benar, biasanya sekitar 7 (tujuh) hari setelah penembokan dan tembok baru tersebut tidak "berkeringat" lagi. Sebaiknya aplikasi pengecatan dilakukan 30 (tiga puluh) hari setelah penembokan (standard international) untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Sebelum dicat, sebaiknya tembok juga diberi Alkali-Sealer yang banyak juga dijual di toko cat untuk menghindari kerusakan cat setelah aplikasi. Jangan menggunakan lem putih sebagai bahan plamur / dasar cat, gunakan alkali-sealer yang sesuai.
Untuk tembok lama, disarankan sebaiknya cat lama dikerok dulu dan dibersihkan sebelum aplikasi cat baru.
2. Scrub Resistance
Ini adalah test untuk menentukan kekuatan film pada cat tersebut. Penentuannya berdasarkan dengan test menggunakan alat : WASHABILITY SCRUB TESTER atau WET SCRUB ABRASER. Cat diaplikasikan pada lembaran khusus (Standard : Leneta P121-N), kemudian setelah 7 hari ditest pada alat ini. Hasil adalah berupa berapa banyak scrub cycle film tersebut mampu bertahan, semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka berarti akan semakin baik kualitas film yang terbentuk dari cat tersebut. Ini merepresentasikan kekuatan / daya tahan film yang dihasilkan.
3. Dirt Pick Up Resistance
Tidak bisa dipungkiri untuk kondisi seperti di Indonesia, faktor debu ataupun kotoran amat sangat dominan. Permukaan film akan dengan mudah menjadi kotor dan kusam karena debu/kotoran yang menempel. Pengetesan ini biasanya dilakukan dengan mengaplikasikan film pada kertas aplikasi, kemudian film itu didekatkan ke knalpot selama beberapa saat, setelah itu dilihat seberapa banyak kotoran gas knalpot yang menempel dan seberapa mudah dibersihkannya. Semakin sedikit kotoran yang menempel, semakin mudah dibersihkan, artinya kualitas cat semakin bagus.
4. Sag & Levelling
Tembok yang dicat kebanyakan adalah vertikal. Performance cat yang diukur pada sag & levelling test ini sangat menentukan kualitas aplikasi cat tembok. Bayangkan jika tembok tinggi dicat, tiba2 cat yang masih basah di bagian atas tembok mulai jatuh mengalir kebawah sehingga permukaan film terbentuk aliran, tentunya akan menghasilkan permukaan yang tidak rata. Cara pengukurannya adalah dengan menggunakan alat khusus yang disebut SAG & LEVELLING tester. Ini adalah aplikator stainless steel pada berbagai macam ketebalan film. Setelah diaplikasikan di kertas khusus, kemudian ditaruh vertikal (biasanya digantung) untuk melihat pada ketebalan bervariasi tersebut, apakah terjadi sag pada film yang diaplikasikan.
5. Hiding Power
Istilahnya adalah daya tutup / daya sebar cat. Dengan jumlah cat seberapa mampu menutup permukaan tembok seluas seberapa. Secara awam, hiding power tentunya dilihat saat aplikasi, permukaan berwarna tertentu, diaplikasikan (ditumpuk) dengan cat tembok baru (sesuai dengan petunjuk pemakaian dan tidak diencerkan berlebihan), apakah pada 1x lapisan cat sudah mampu menutup warna dibawahnya? Apakah perlu beberapa kali lapisan cat agar warna dibawahnya tertutup?
Diatas adalah cara awam penentuan hiding power. Cat dengan hiding power baik tentunya akan memberikan daya sebar lebih banyak. Dengan hiding power bagus, 1x kali kuas/rol saja mungkin sudah mampu mendapatkan daya tutup yang sesuai, sehingga akan irit pemakaian catnya. Cat dengan hiding power jelek, bisa perlu beberapa kali kuas/rol baru memberikan daya tutup yang diharapkan. Test standard penentuan hiding power adalah dengan menggunakan Reflectometer.
6. MFFT (Minimum Film Forming Temperature) dan Open Time
Dua hal ini adalah istilah teknis yang berhubungan dengan cat tembok water based, dan ini nantinya akan sangat berpengaruh pada resin/binder/latex yang digunakan dan additifnya (coalescent). Akan dibahas lebih mendalam pada bahan baku.
MFFT adalah suatu kondisi suhu dimana cat tembok itu bisa kering. Untuk aplikasi, tentunya rentang suhu ruang saat aplikasi adalah rentang suhu dimana cat tersebut bisa mengering. Jika ini tidak tercapai, maka cat tidak akan bisa kering biarpun menunggu lama setelah aplikasi dilakukan. MFFT akan sangat berhubungan dengan Tg (Glass Transition Temperature) dan Coalescent yang akan dibahas pada tutorial berikutnya tentang bahan baku pembuatan cat tembok.
Open Time adalah waktu yang tersedia untuk melakukan aplikasi sebelum cat mengering. Pada saat cat diaplikasi, tentunya kita tidak ingin cat kering instant, karena ada kemungkinan perlu dikuas / dirol ulang berkali-kali karena kendala aplikasi atau daya tutup kurang. Jika pada saat aplikasi cat langsung kering, tentu pada saat pengecatan akan terjadi ketidak seragaman warna. Selain itu, open time juga berarti pada saat kaleng dibuka saat aplikasi, maka tidak serta merta cat-nya kering di dalam pail / kaleng, tapi tetap bertahan dalam kondisi "basah" sampai aplikasi selesai (atau jika sisa disimpan kembali).
Untuk tembok lama - substrate harus sudah bersih dan kering, jika pengecatan dilakukan dengan "menumpuk" pada permukaan cat lama, maka adhesi yang terjadi adalah tetap adhesi cat lama dengan tembok, dan adhesi cat baru dengan cat lama. Pengukuran adhesi bisa dengan cross-cut test (cross-cut dengan cutter berbentuk kotak-kotak tiap 1 mm sebanyak 11 line x 11 line, kemudian memakai selotip 3M 0.5 inch, dan ditarik, check apakah ada lapisan film terbawa). Testing adhesi ini biasanya dilakukan setelah cat tembok benar2 kering, dan biasanya terjadi minimal 7 (tujuh) hari setelah pengecatan.
Agar adhesi bagus, untuk aplikasi pengecatan tembok baru - sebaiknya tembok sudah kering benar, biasanya sekitar 7 (tujuh) hari setelah penembokan dan tembok baru tersebut tidak "berkeringat" lagi. Sebaiknya aplikasi pengecatan dilakukan 30 (tiga puluh) hari setelah penembokan (standard international) untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Sebelum dicat, sebaiknya tembok juga diberi Alkali-Sealer yang banyak juga dijual di toko cat untuk menghindari kerusakan cat setelah aplikasi. Jangan menggunakan lem putih sebagai bahan plamur / dasar cat, gunakan alkali-sealer yang sesuai.
Untuk tembok lama, disarankan sebaiknya cat lama dikerok dulu dan dibersihkan sebelum aplikasi cat baru.
2. Scrub Resistance
Ini adalah test untuk menentukan kekuatan film pada cat tersebut. Penentuannya berdasarkan dengan test menggunakan alat : WASHABILITY SCRUB TESTER atau WET SCRUB ABRASER. Cat diaplikasikan pada lembaran khusus (Standard : Leneta P121-N), kemudian setelah 7 hari ditest pada alat ini. Hasil adalah berupa berapa banyak scrub cycle film tersebut mampu bertahan, semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka berarti akan semakin baik kualitas film yang terbentuk dari cat tersebut. Ini merepresentasikan kekuatan / daya tahan film yang dihasilkan.
3. Dirt Pick Up Resistance
Tidak bisa dipungkiri untuk kondisi seperti di Indonesia, faktor debu ataupun kotoran amat sangat dominan. Permukaan film akan dengan mudah menjadi kotor dan kusam karena debu/kotoran yang menempel. Pengetesan ini biasanya dilakukan dengan mengaplikasikan film pada kertas aplikasi, kemudian film itu didekatkan ke knalpot selama beberapa saat, setelah itu dilihat seberapa banyak kotoran gas knalpot yang menempel dan seberapa mudah dibersihkannya. Semakin sedikit kotoran yang menempel, semakin mudah dibersihkan, artinya kualitas cat semakin bagus.
4. Sag & Levelling
Tembok yang dicat kebanyakan adalah vertikal. Performance cat yang diukur pada sag & levelling test ini sangat menentukan kualitas aplikasi cat tembok. Bayangkan jika tembok tinggi dicat, tiba2 cat yang masih basah di bagian atas tembok mulai jatuh mengalir kebawah sehingga permukaan film terbentuk aliran, tentunya akan menghasilkan permukaan yang tidak rata. Cara pengukurannya adalah dengan menggunakan alat khusus yang disebut SAG & LEVELLING tester. Ini adalah aplikator stainless steel pada berbagai macam ketebalan film. Setelah diaplikasikan di kertas khusus, kemudian ditaruh vertikal (biasanya digantung) untuk melihat pada ketebalan bervariasi tersebut, apakah terjadi sag pada film yang diaplikasikan.
5. Hiding Power
Istilahnya adalah daya tutup / daya sebar cat. Dengan jumlah cat seberapa mampu menutup permukaan tembok seluas seberapa. Secara awam, hiding power tentunya dilihat saat aplikasi, permukaan berwarna tertentu, diaplikasikan (ditumpuk) dengan cat tembok baru (sesuai dengan petunjuk pemakaian dan tidak diencerkan berlebihan), apakah pada 1x lapisan cat sudah mampu menutup warna dibawahnya? Apakah perlu beberapa kali lapisan cat agar warna dibawahnya tertutup?
Diatas adalah cara awam penentuan hiding power. Cat dengan hiding power baik tentunya akan memberikan daya sebar lebih banyak. Dengan hiding power bagus, 1x kali kuas/rol saja mungkin sudah mampu mendapatkan daya tutup yang sesuai, sehingga akan irit pemakaian catnya. Cat dengan hiding power jelek, bisa perlu beberapa kali kuas/rol baru memberikan daya tutup yang diharapkan. Test standard penentuan hiding power adalah dengan menggunakan Reflectometer.
6. MFFT (Minimum Film Forming Temperature) dan Open Time
Dua hal ini adalah istilah teknis yang berhubungan dengan cat tembok water based, dan ini nantinya akan sangat berpengaruh pada resin/binder/latex yang digunakan dan additifnya (coalescent). Akan dibahas lebih mendalam pada bahan baku.
MFFT adalah suatu kondisi suhu dimana cat tembok itu bisa kering. Untuk aplikasi, tentunya rentang suhu ruang saat aplikasi adalah rentang suhu dimana cat tersebut bisa mengering. Jika ini tidak tercapai, maka cat tidak akan bisa kering biarpun menunggu lama setelah aplikasi dilakukan. MFFT akan sangat berhubungan dengan Tg (Glass Transition Temperature) dan Coalescent yang akan dibahas pada tutorial berikutnya tentang bahan baku pembuatan cat tembok.
Open Time adalah waktu yang tersedia untuk melakukan aplikasi sebelum cat mengering. Pada saat cat diaplikasi, tentunya kita tidak ingin cat kering instant, karena ada kemungkinan perlu dikuas / dirol ulang berkali-kali karena kendala aplikasi atau daya tutup kurang. Jika pada saat aplikasi cat langsung kering, tentu pada saat pengecatan akan terjadi ketidak seragaman warna. Selain itu, open time juga berarti pada saat kaleng dibuka saat aplikasi, maka tidak serta merta cat-nya kering di dalam pail / kaleng, tapi tetap bertahan dalam kondisi "basah" sampai aplikasi selesai (atau jika sisa disimpan kembali).
7. Spatter Resistance
Uji spatter (cipratan) berfungsi untuk menentukan apakah terjadi cipratan yang berlebihan pada saat aplikasi. Cat yang diformulasi dengan baik tidak akan menimbulkan cipratan berlebihan, sehingga akan lebih mudah diaplikasi.
8. Settling / Slump
Periksa, apakah ada settling/slump (endapan) pada kaleng cat sesaat setelah dibuka (jangan diaduk dulu). Jika terjadi endapan, maka ada problem rheology di formulasi cat tersebut. Cat yang diformulasi dengan baik tidak menimbulkan efek seperti ini.
9. Color Separation
Sesaat setelah kaleng dibuka, lihat apakah terjadi pemisahan warna (warna tidak homogen). Jika ini terjadi, maka berarti cat tidak diformulasi dengan baik, terutama untuk aplikasi pencampuran warnanya, terjadi inkompatibilitas atau penggunaan additif yang kurang. Seperti diketahui untuk cat tembok kebanyakan warnanya adalah warna-warni pastel (warna muda cerah). Warna pastel ini terbentuk dari campuran beberapa macam pigment, terutama pigment putih dan pigment warna lainnya. Jika terjadi pemisahan warna, berarti formulasi warna dalam cat tersebut tidak sempurna, sehingga setelah aplikasi terjadi pemisahan warna seperti itu (tidak mau bercampur).
10. Syneresis
Yang dimaksud dengan syneresis adalah terjadinya pemisahan antara lapisan cat dengan lapisan bening (seperti) minyak diatasnya. Jika sesaat setelah kaleng cat dibuka seperti terlihat lapisan minyak diatasnya, berarti ada problem stabilitas dengan formulasi cat tersebut. Problem stabilitas itu bisa karena rheology maupun penggunaan additif berbasis minyak/solvent yang tidak sesuai. Perlu diingat bahwa biarpun cat tembok disebut water based, tapi tidak ada formulasi yang menggunakan 100% water based. Selalu ada penggunaan solvent tertentu yang membantu terbentuknya cat water based tersebut. Sehingga istilah yang benar adalah WATER-BORNE, karena biar bagaimanapun, selalu ada komponen non-water yang dimasukkan didalamnya. Pencampuran komponen water dan non-water tentunya membutuhkan emulsifikasi yang sempurna dan additif yang sesuai. Tanpa ini, maka akan terjadi pemisahan seperti ditunjukkan adanya "efek berminyak" pada permukaan kaleng.
11. Wetting
Cat yang bagus memilik daya membasahi substrate dengan baik. Jadi saat diaplikasi, cat tersebut mampu membasahi tembok dengan sempurna (semua bidang terbasahi), kemudian mengering disana. Jika terjadi masalah wetting pada cat, maka akan mempengaruhi faktor adhesi seperti yang dibahas diatas.
12. Weathering Resistance
Untuk menentukan kualitas film setelah aplikasi, apakah tahan terhadap weathering test atau tidak. Untuk cat tembok exterior tentunya harus ditest secara lebih intensif untuk menenetukan kualitas cat tersebut pada penggunaan exterior. Accelerated test yang dilakukan bisa menggunakan alat tester UV-B, SUN, ataupun TRAC. Alat tersebut berharga mahal, hanya pabrikan besar yang memiliki alat tersebut. Beberapa contoh suppliernya adalah Q-Lab dan ATLAS. Salah satu petunjuk bahwa film tidak tahan untuk aplikasi exterior adalah film menjadi menguning (pada kondisi ekstrim, maka film akan pecah/cracking). Jika terjadi film menguning, maka bisa diukur dengan Color-Meter untuk menentukan nilai L-a-b yang menunjukan perbedaan warna sebelum dan sesudah testing.
Uji spatter (cipratan) berfungsi untuk menentukan apakah terjadi cipratan yang berlebihan pada saat aplikasi. Cat yang diformulasi dengan baik tidak akan menimbulkan cipratan berlebihan, sehingga akan lebih mudah diaplikasi.
8. Settling / Slump
Periksa, apakah ada settling/slump (endapan) pada kaleng cat sesaat setelah dibuka (jangan diaduk dulu). Jika terjadi endapan, maka ada problem rheology di formulasi cat tersebut. Cat yang diformulasi dengan baik tidak menimbulkan efek seperti ini.
9. Color Separation
Sesaat setelah kaleng dibuka, lihat apakah terjadi pemisahan warna (warna tidak homogen). Jika ini terjadi, maka berarti cat tidak diformulasi dengan baik, terutama untuk aplikasi pencampuran warnanya, terjadi inkompatibilitas atau penggunaan additif yang kurang. Seperti diketahui untuk cat tembok kebanyakan warnanya adalah warna-warni pastel (warna muda cerah). Warna pastel ini terbentuk dari campuran beberapa macam pigment, terutama pigment putih dan pigment warna lainnya. Jika terjadi pemisahan warna, berarti formulasi warna dalam cat tersebut tidak sempurna, sehingga setelah aplikasi terjadi pemisahan warna seperti itu (tidak mau bercampur).
10. Syneresis
Yang dimaksud dengan syneresis adalah terjadinya pemisahan antara lapisan cat dengan lapisan bening (seperti) minyak diatasnya. Jika sesaat setelah kaleng cat dibuka seperti terlihat lapisan minyak diatasnya, berarti ada problem stabilitas dengan formulasi cat tersebut. Problem stabilitas itu bisa karena rheology maupun penggunaan additif berbasis minyak/solvent yang tidak sesuai. Perlu diingat bahwa biarpun cat tembok disebut water based, tapi tidak ada formulasi yang menggunakan 100% water based. Selalu ada penggunaan solvent tertentu yang membantu terbentuknya cat water based tersebut. Sehingga istilah yang benar adalah WATER-BORNE, karena biar bagaimanapun, selalu ada komponen non-water yang dimasukkan didalamnya. Pencampuran komponen water dan non-water tentunya membutuhkan emulsifikasi yang sempurna dan additif yang sesuai. Tanpa ini, maka akan terjadi pemisahan seperti ditunjukkan adanya "efek berminyak" pada permukaan kaleng.
11. Wetting
Cat yang bagus memilik daya membasahi substrate dengan baik. Jadi saat diaplikasi, cat tersebut mampu membasahi tembok dengan sempurna (semua bidang terbasahi), kemudian mengering disana. Jika terjadi masalah wetting pada cat, maka akan mempengaruhi faktor adhesi seperti yang dibahas diatas.
12. Weathering Resistance
Untuk menentukan kualitas film setelah aplikasi, apakah tahan terhadap weathering test atau tidak. Untuk cat tembok exterior tentunya harus ditest secara lebih intensif untuk menenetukan kualitas cat tersebut pada penggunaan exterior. Accelerated test yang dilakukan bisa menggunakan alat tester UV-B, SUN, ataupun TRAC. Alat tersebut berharga mahal, hanya pabrikan besar yang memiliki alat tersebut. Beberapa contoh suppliernya adalah Q-Lab dan ATLAS. Salah satu petunjuk bahwa film tidak tahan untuk aplikasi exterior adalah film menjadi menguning (pada kondisi ekstrim, maka film akan pecah/cracking). Jika terjadi film menguning, maka bisa diukur dengan Color-Meter untuk menentukan nilai L-a-b yang menunjukan perbedaan warna sebelum dan sesudah testing.
13. Chalking
Chalking disebut juga sebagai efek kapur. Cat tembok yang murah (high-pvc / flat paint, lihat tutorial sebelumnya), biasanya menggunakan filler dalam jumlah yang sangat banyak. Ada kemungkinan resin/latex/binder yang dipakai tidak cukup untuk membasahi semua permukaan filler yang dimasukkan ke dalam formulasi, sehingga filler tersebut tidak terikat dan tertinggal di permukaan cat. Jika film kering yang dihasilkan dipegang terjadi efek kapur, atau jika baju/celana kita menyentuh tembok kemudian terlihat ada efek kapur yang menempel, sudah dipastikan ada efek chalking yang terjadi. Hal ini biasanya terjadi pada cat tembok flat atau cat tembok murah (high-pvc paint).
14. Film Defect
Permukaan cat tembok setelah diaplikasi dapat diamati untuk menentukan apakah ada kerusakan atau tidak.
Beberapa kerusakan yang mungkin timbul dan bisa diamati secara visual antara lain :
* Retak-retak / pecah-pecah
* Blister atau meletup / menggelembung
* Berlubang atau pin-hole
Jika hal ini terjadi karena formulasi cat tidak optimal, dan bahan baku yang digunakan kurang cocok atau tidak sesuai. Formulasi cat tersebut harus dibenahi agar bisa menghasilkan cat yang lebih baik lagi.
Seperti dilihat pada pembahasan diatas, ada banyak sekali faktor2 yang mempengaruhi kualitas cat tembok tersebut. Selanjutnya akan dibahas tentang bahan baku pembuatan cat tembok.
Chalking disebut juga sebagai efek kapur. Cat tembok yang murah (high-pvc / flat paint, lihat tutorial sebelumnya), biasanya menggunakan filler dalam jumlah yang sangat banyak. Ada kemungkinan resin/latex/binder yang dipakai tidak cukup untuk membasahi semua permukaan filler yang dimasukkan ke dalam formulasi, sehingga filler tersebut tidak terikat dan tertinggal di permukaan cat. Jika film kering yang dihasilkan dipegang terjadi efek kapur, atau jika baju/celana kita menyentuh tembok kemudian terlihat ada efek kapur yang menempel, sudah dipastikan ada efek chalking yang terjadi. Hal ini biasanya terjadi pada cat tembok flat atau cat tembok murah (high-pvc paint).
14. Film Defect
Permukaan cat tembok setelah diaplikasi dapat diamati untuk menentukan apakah ada kerusakan atau tidak.
Beberapa kerusakan yang mungkin timbul dan bisa diamati secara visual antara lain :
* Retak-retak / pecah-pecah
* Blister atau meletup / menggelembung
* Berlubang atau pin-hole
Jika hal ini terjadi karena formulasi cat tidak optimal, dan bahan baku yang digunakan kurang cocok atau tidak sesuai. Formulasi cat tersebut harus dibenahi agar bisa menghasilkan cat yang lebih baik lagi.
Seperti dilihat pada pembahasan diatas, ada banyak sekali faktor2 yang mempengaruhi kualitas cat tembok tersebut. Selanjutnya akan dibahas tentang bahan baku pembuatan cat tembok.
7 komentar:
Anonim
mengatakan...
Pada pembahasan no.8 mengenai settling/slump, dikatakan
bahwa jika terjadi endapan, maka ada problem didalam rheology diformulasi cat
tsb.
Dalam jangka berapa lama biasanya cat normal akan settling, dan berapa persenkah minimal rheology yg harus dipakai dalam 1 formulasi cat agar tidak terjadi settling ?
apakah type binder dapat mempengaruhi terjadinya settling ?
Dalam jangka berapa lama biasanya cat normal akan settling, dan berapa persenkah minimal rheology yg harus dipakai dalam 1 formulasi cat agar tidak terjadi settling ?
apakah type binder dapat mempengaruhi terjadinya settling ?
@yantorahardjo mengatakan...
Cat tembok High PVC akan cenderung lebih mudah settling
karena banyaknya filler (padatan) yang ditambahkan di formulasi sehingga
density dari cat tembok tersebut menjadi "berat" dan mudah mengendap.
Adapun rheology modifier additif berfungsi sebagai bahan additif untuk
"memegang" filler tersebut agar tidak terjadi settling. Ada
bermacam-macam rheology modifier yang ada di pasaran, dan pemilihan rheology
ini amat sangat menentukan untuk mendapatkan performance cat tembok yang
diinginkan. Pembahasan selanjutnya akan tentang rheology. Terus terang saja,
topik soal rheology ini sangat kompleks.
Di bagian terakhir tutorial nantinya akan saya berikan beberapa contoh formulasi cat tembok beserta persentase masing-masing bahan bakunya sebagai acuan.
Juga saya akan memberikan beberapa bahan baku cat tembok yang bisa dijadikan sebagai "tagline marketing", seperti misalnya "Anti Jamur & Lumut / Anti Bakteria / Anti Ciprat / Mudah Diaplikasikan / dll"
Sabar yah, banyak banget soalnya, cat water-borne adalah cat yang paling kompleks, tetapi juga paling banyak dari segi volume dan aplikasinya.
Di bagian terakhir tutorial nantinya akan saya berikan beberapa contoh formulasi cat tembok beserta persentase masing-masing bahan bakunya sebagai acuan.
Juga saya akan memberikan beberapa bahan baku cat tembok yang bisa dijadikan sebagai "tagline marketing", seperti misalnya "Anti Jamur & Lumut / Anti Bakteria / Anti Ciprat / Mudah Diaplikasikan / dll"
Sabar yah, banyak banget soalnya, cat water-borne adalah cat yang paling kompleks, tetapi juga paling banyak dari segi volume dan aplikasinya.
Anonim
mengatakan...
pembahasan no.7, mengenai splater atau cipratan, apa faktor
utama yg membuat cat terlalu banyak splater ? apakah kurangnya viscosity
didalam cat tsb yg dalam hal ini kurangnya thickener atau pemilihan thickener
yg kurang pas, atau ada faktor lain ?
oh btw, saya hanya orang awam yg yang ingin mengetahui lebih dalam tentang cat tembok, karena blog anda membahasnya dengan ringkas, mudah dimengerti dan terus terang menarik saya untuk mengetahui seluk beluk cat lebih dalam lagi terutama cat tembok karena anda mengemasnya dalam bahasa yg menarik dan mudah dimengerti.
saya bekerja dalam bidang industry dan tahu sedikit mengenai cat tembok, moga moga dengan adanya blog anda ini, wawasan saya akan semakin bertambah, terima kasih.
oh btw, saya hanya orang awam yg yang ingin mengetahui lebih dalam tentang cat tembok, karena blog anda membahasnya dengan ringkas, mudah dimengerti dan terus terang menarik saya untuk mengetahui seluk beluk cat lebih dalam lagi terutama cat tembok karena anda mengemasnya dalam bahasa yg menarik dan mudah dimengerti.
saya bekerja dalam bidang industry dan tahu sedikit mengenai cat tembok, moga moga dengan adanya blog anda ini, wawasan saya akan semakin bertambah, terima kasih.
@yantorahardjo mengatakan...
Dari pembahasan mengenai rheology modifier dan thickener,
dikenal bermacam-macam thickener yang bekerja pada shear rate tertentu.
Thickener paling umum adalah HEC yang bekerja sangat baik pada kondisi low
shear / no shear, tapi tidak begitu baik pada kondisi medium dan high shear. Pada
saat aplikasi, cat berada dalam kondisi high shear (lapisan tipis dan
dikuas/dirol), sehingga thickener jenis HEC saja tidak mencukupi untuk
mendapatkan efek thixotropic flow, sehingga diperlukan thickener jenis medium
dan high shear, untuk mendapatkan rheology terbaik dalam kondisi tersebut. Cat
tembok kebanyakan formulasinya tidak dioptimalisasi dengan pengertian itu,
bahkan untuk cat tembok murah, produsennya beranggapan bahwa "yang penting
kelihatan kental", padahal pada saat aplikasi terjadi perubahan shear yang
sangat drastis, sehingga jenis thickener yang dipakai menjadi (mungkin) tidak
sesuai. Jenis thickener yang tidak sesuai ini menjadikan efek spatter terjadi,
karena thickener ini tidak hold integrity komponen pembentuk cat tembok
sehingga menghasilkan rheology yang diinginkan, sehingga terjadi cipratan.
Dengan pemakaian thickener yang sesuai, pada saat aplikasi high shear sekalipun
maka rheology tetap tercapai dan terjadi thixotropic condition, dimana spatter
tidak terjadi.
Ok, siapa tahu ada keinginan buat cat tembok nantinya. Jika mengerti, membuat (sendiri) cat tembok bagus tidak sulit dan tidak mahal sebenarnya. Buat cat tembok murah malah lebih sulit, karena nanti bersaing dengan banyak kompetitor dan ingat produsen besar mendapatkan keuntungan dari sisi bahan baku yang murah karena mereka membeli dalam quantity.
Ok, siapa tahu ada keinginan buat cat tembok nantinya. Jika mengerti, membuat (sendiri) cat tembok bagus tidak sulit dan tidak mahal sebenarnya. Buat cat tembok murah malah lebih sulit, karena nanti bersaing dengan banyak kompetitor dan ingat produsen besar mendapatkan keuntungan dari sisi bahan baku yang murah karena mereka membeli dalam quantity.
Bagian 4 - Bahan Baku
Pembuatan Cat Tembok
Pada dasarnya, semua jenis cat memiliki 4 (empat) bahan baku
utama, tidak terkecuali cat tembok. Spesifik untuk cat tembok, bahan baku yang
umum digunakan adalah :
1. Binder
2. Thinner
3. Extender
a. Extender Pigment
b. Extender Filler
4. Additif
a. Dispersant
b. Rheology
c. Coalescant
d. Defoamer
e. Solvent / Co-solvent
f. Plasticizer (jika perlu)
g. pH Buffer
h. Wetting Agent
i. Biocides
Kita akan memulai pembahasannya satu persatu pada tutorial-tutorial selanjutnya.
1. Binder
2. Thinner
3. Extender
a. Extender Pigment
b. Extender Filler
4. Additif
a. Dispersant
b. Rheology
c. Coalescant
d. Defoamer
e. Solvent / Co-solvent
f. Plasticizer (jika perlu)
g. pH Buffer
h. Wetting Agent
i. Biocides
Kita akan memulai pembahasannya satu persatu pada tutorial-tutorial selanjutnya.
Bagian 4.1 - Bahan
Baku Pembuatan Cat Tembok - Binder
Binder / Resin adalah bahan baku yang berfungsi membentuk
film pada cat tembok. Kualitas binder yang digunakan akan sangat mempengaruhi
cat tembok yang dihasilkan. Adapun binder yang paling umum dipakai untuk cat
tembok adalah binder yang disebut sebagai "LATEX". Ini bukanlah latex
yang disebut sebagai latex karet alam seperti yang dipakai pada kasur latex,
tetapi ini adalah sejenis resin yang flexible. Belajar mengenai latex, berarti
belajar mengenai polimerisasi juga. Pada dasarnya polimerisasi resin adalah
pembentukan resin/binder dari polymer building block seperti monomers. Memang
istilah ini sangat teknis sekali, tetapi pada dasarnya polymer building block
inilah yang menentukan kualitas dan harga jual latex yang dihasilkan. Prosesnya
secara umum dinamakan EMULSION POLYMERIZATION, dan di Indonesia sendiri ada
beberapa perusahaan yang membuat Latex sebagai bahan baku cat tembok.
Pada umumnya Latex yang dipakai pada cat tembok adalah ACRYLIC TECHNOLOGY, dimana untuk semua latex yang dibuat diberi embel-embel "acrylic". Sebagai contoh adalah :
1. Latex FULL ACRYLIC (atau 100% Acrylic)
Ini berarti bahan baku didalamnya adalah full acrylic building block, dimana membawa sifat non-yellowing, high performance, dan fleksibilitas tinggi, sehingga sangat cocok dipakai untuk aplikasi EXTERIOR. Latex jenis ini bisa digunakan juga untuk aplikasi interior, tapi akan sangat over-engineered sekali jika dipakai untuk aplikasi interior (karena harga latex ini paling mahal). Pemakaian latex jenis ini juga mensyaratkan pemakaian additif yang khusus dan dalam jumlah lebih besar daripada latex jenis lainnya.
2. Latex STYRENE ACRYLIC
Ini adalah jenis latex yang sekarang bisa dibilang paling populer. Gugus polymer acrylic dipadukan (dimasak) bersama dengan Styrene Monomers yang berharga ekonomis, menghasilkan latex jenis ini. Latex ini populer karena hanya sedikit yellowing (tergantung formulasi latexnya), tetapi menunjukan performance film yang relatif baik. Beberapa produsen mampu memodifikasi menjadi latex yang hanya slightly yellowing (sedikit menguning saja). Gugus Styrene Monomers sebenarnya adalah bersifat yellowing, tapi dengan formulasi pembentukan latex yang tepat, maka sifat yellowingnya bisa ditekan. Latex yang dihasilkan oleh produsen ini kemudian diberi embel-embel 2 ini 1, untuk aplikasi interior & exterior. Banyak produsen cat tembok yang telah meluncurkan cat 2 in 1 jenis ini, bisa dipastikan adalah menggunakan latex jenis stryene acrylic.
Pada umumnya Latex yang dipakai pada cat tembok adalah ACRYLIC TECHNOLOGY, dimana untuk semua latex yang dibuat diberi embel-embel "acrylic". Sebagai contoh adalah :
1. Latex FULL ACRYLIC (atau 100% Acrylic)
Ini berarti bahan baku didalamnya adalah full acrylic building block, dimana membawa sifat non-yellowing, high performance, dan fleksibilitas tinggi, sehingga sangat cocok dipakai untuk aplikasi EXTERIOR. Latex jenis ini bisa digunakan juga untuk aplikasi interior, tapi akan sangat over-engineered sekali jika dipakai untuk aplikasi interior (karena harga latex ini paling mahal). Pemakaian latex jenis ini juga mensyaratkan pemakaian additif yang khusus dan dalam jumlah lebih besar daripada latex jenis lainnya.
2. Latex STYRENE ACRYLIC
Ini adalah jenis latex yang sekarang bisa dibilang paling populer. Gugus polymer acrylic dipadukan (dimasak) bersama dengan Styrene Monomers yang berharga ekonomis, menghasilkan latex jenis ini. Latex ini populer karena hanya sedikit yellowing (tergantung formulasi latexnya), tetapi menunjukan performance film yang relatif baik. Beberapa produsen mampu memodifikasi menjadi latex yang hanya slightly yellowing (sedikit menguning saja). Gugus Styrene Monomers sebenarnya adalah bersifat yellowing, tapi dengan formulasi pembentukan latex yang tepat, maka sifat yellowingnya bisa ditekan. Latex yang dihasilkan oleh produsen ini kemudian diberi embel-embel 2 ini 1, untuk aplikasi interior & exterior. Banyak produsen cat tembok yang telah meluncurkan cat 2 in 1 jenis ini, bisa dipastikan adalah menggunakan latex jenis stryene acrylic.
3. Latex VINYL ACRYLIC
Adalah jenis latex yang dibilang paling ekonomis. Gugus Vinyl Monomers bersifat yellowing tetapi berharga murah dicampur dengan Acrylic building block. Untuk cat tembok murah dengan high pvc biasanya menggunakan jenis latex ini.
Jenis latex yang populer diatas banyak dipakai oleh produsen cat tembok di Indonesia. Pada tutorial ini kami tidak akan pernah menyebutkan merk cat dari produsen tertentu ataupun merk bahan baku dari supplier tertentu karena menyangkut kode etik bisnis. Konsultasi lebih lanjut dimungkinkan untuk mengetahui beberapa hal yang lebih mendalam secara teknis maupun secara komersial.
Selain ketiga jenis latex diatas, adapula bahan baku latex lain yang mulai menanjak popularitasnya. Yaitu antara lain :
1. VEOVA
Ini adalah modifikasi latex yang terbuat dari building block acrylic, vinyl acetate, dan Veova monomers yang diklaim memiliki keunggulan dalam pemakaian interior dan exterior. Dalam beberapa test, produsen latex jenis ini menekankan bahwa untuk aplikasi exterior ekonomis, latex jenis VEOVA mampu mengungguli daya tahan exterior latex jenis Styrene Acrylic. Sehingga latex VEOVA banyak digunakan juga untuk aplikasi 2 in 1.
2. VAE (Vinyl Acetate / Ethylene)
Ini adalah teknologi baru yang diperkenalkan sebagai binder pada aplikasi cat tembok. Seperti diketahui, cat tembok adalah cat berjenis Water-Borne, dimana dalam formulasinya tidak murni 100% berbahan dasar air, tapi tetap perlu ditambahkan solvent tertentu untuk membantu mempermudah cat tersebut mencapai hasil aplikasi yang diinginkan. Adapun karena berkembangnya kesadaran masyarakat akan pengurangan pencemaran lingkungan, maka sekarang diinginkan adanya produk dengan label "Green Product", yang berarti tidak mencemari lingkungan atau sangat minim sekali mencemari lingkungan. Penggunaan solvent dalam formulasi cat tembok akan menyebabkan cat tersebut memiliki kandungan VOC (Volatile Organic Compound, atau bahan yang mudah menguap) yang dituding sebagai biang kerok perusak lingkungan. Adapun dengan pemakaian latex berjenis VAE, maka penggunaan solvent sebagai additif cat tembok bisa dihilangkan karena sifat VAE ini adalah low additif demand untuk mencapai performance cat yang diinginkan. Adapun kekurangannya adalah secara kualitas dan juga harga menjadi kurang menarik dibanding latex jenis lain (mengurangi pemakaian solvent tapi harga latex VAE lebih mahal dan performance kualitas cat yang dihasilkan masih dibawah latex jenis lain).
Adalah jenis latex yang dibilang paling ekonomis. Gugus Vinyl Monomers bersifat yellowing tetapi berharga murah dicampur dengan Acrylic building block. Untuk cat tembok murah dengan high pvc biasanya menggunakan jenis latex ini.
Jenis latex yang populer diatas banyak dipakai oleh produsen cat tembok di Indonesia. Pada tutorial ini kami tidak akan pernah menyebutkan merk cat dari produsen tertentu ataupun merk bahan baku dari supplier tertentu karena menyangkut kode etik bisnis. Konsultasi lebih lanjut dimungkinkan untuk mengetahui beberapa hal yang lebih mendalam secara teknis maupun secara komersial.
Selain ketiga jenis latex diatas, adapula bahan baku latex lain yang mulai menanjak popularitasnya. Yaitu antara lain :
1. VEOVA
Ini adalah modifikasi latex yang terbuat dari building block acrylic, vinyl acetate, dan Veova monomers yang diklaim memiliki keunggulan dalam pemakaian interior dan exterior. Dalam beberapa test, produsen latex jenis ini menekankan bahwa untuk aplikasi exterior ekonomis, latex jenis VEOVA mampu mengungguli daya tahan exterior latex jenis Styrene Acrylic. Sehingga latex VEOVA banyak digunakan juga untuk aplikasi 2 in 1.
2. VAE (Vinyl Acetate / Ethylene)
Ini adalah teknologi baru yang diperkenalkan sebagai binder pada aplikasi cat tembok. Seperti diketahui, cat tembok adalah cat berjenis Water-Borne, dimana dalam formulasinya tidak murni 100% berbahan dasar air, tapi tetap perlu ditambahkan solvent tertentu untuk membantu mempermudah cat tersebut mencapai hasil aplikasi yang diinginkan. Adapun karena berkembangnya kesadaran masyarakat akan pengurangan pencemaran lingkungan, maka sekarang diinginkan adanya produk dengan label "Green Product", yang berarti tidak mencemari lingkungan atau sangat minim sekali mencemari lingkungan. Penggunaan solvent dalam formulasi cat tembok akan menyebabkan cat tersebut memiliki kandungan VOC (Volatile Organic Compound, atau bahan yang mudah menguap) yang dituding sebagai biang kerok perusak lingkungan. Adapun dengan pemakaian latex berjenis VAE, maka penggunaan solvent sebagai additif cat tembok bisa dihilangkan karena sifat VAE ini adalah low additif demand untuk mencapai performance cat yang diinginkan. Adapun kekurangannya adalah secara kualitas dan juga harga menjadi kurang menarik dibanding latex jenis lain (mengurangi pemakaian solvent tapi harga latex VAE lebih mahal dan performance kualitas cat yang dihasilkan masih dibawah latex jenis lain).
Bagian 4.2 - Bahan Baku
Pembuatan Cat Tembok - Thinner
Mengacu pada istilah cat tembok water-based (seperti
dijelaskan sebelumnya, istilah water-borne lebih sesuai), maka thinner yang
dimaksudkan pada aplikasi cat tembok jenis ini adalah air. Tentunya ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar air bisa digunakan sebagai
thinner yang baik pada aplikasi cat tembok. Adapun air ini dipergunakan dalam
proses produksinya maupun pada saat aplikasi jika diperlukan pengenceran.
Syarat umum kualitas air yang digunakan pada cat tembok adalah :
1. Bersih, Tidak Berwarna, Tidak Berbau
2. Tidak sadah
3. Tidak mengandung unsur-unsur logam
4. Tidak mengandung mikroorganisma yang merusak
5. Jika dimungkinkan tidak mengandung trace minerals dalam bentuk apapun
Jika air yang dipergunakan adalah sadah (jenuh oleh garam tertentu), maka akan banyak terjadi masalah pada proses produksinya. Air yang tidak memiliki unsur logam adalah air demineralisasi, yang bisa didapatkan dengan mengalirkan air pada kolom ion-exchanger. Kesadahan air juga bisa dihilangkan dengan proses pertukaran ion tersebut. Sedangkan syarat terakhir yang dituliskan adalah hanya jika dimungkinkan, karena untuk mendapatkan air tanpa trace minerals berarti harus menggunakan "Aqua Destilasi" yang berharga cukup tinggi. Kualitas air akan berpengaruh besar pada pembuatan cat tembok. Adanya mineral dan logam akan memungkinkan terjadinya reaksi yang tidak diharapkan pada cat tembok yang diproduksi, sehingga bisa terjadi efek-efek yang tidak diinginkan (discoloration atau perubahan warna, kerusakan polymer, dll).
Syarat umum kualitas air yang digunakan pada cat tembok adalah :
1. Bersih, Tidak Berwarna, Tidak Berbau
2. Tidak sadah
3. Tidak mengandung unsur-unsur logam
4. Tidak mengandung mikroorganisma yang merusak
5. Jika dimungkinkan tidak mengandung trace minerals dalam bentuk apapun
Jika air yang dipergunakan adalah sadah (jenuh oleh garam tertentu), maka akan banyak terjadi masalah pada proses produksinya. Air yang tidak memiliki unsur logam adalah air demineralisasi, yang bisa didapatkan dengan mengalirkan air pada kolom ion-exchanger. Kesadahan air juga bisa dihilangkan dengan proses pertukaran ion tersebut. Sedangkan syarat terakhir yang dituliskan adalah hanya jika dimungkinkan, karena untuk mendapatkan air tanpa trace minerals berarti harus menggunakan "Aqua Destilasi" yang berharga cukup tinggi. Kualitas air akan berpengaruh besar pada pembuatan cat tembok. Adanya mineral dan logam akan memungkinkan terjadinya reaksi yang tidak diharapkan pada cat tembok yang diproduksi, sehingga bisa terjadi efek-efek yang tidak diinginkan (discoloration atau perubahan warna, kerusakan polymer, dll).
Bagian 4.3.1 - Bahan Baku
Pembuatan Cat Tembok - Extender Pigment
Pembahasan kita kali ini adalah menyangkut masalah extender
berupa pigment yang digunakan sebagai bahan baku cat tembok. Adapun untuk cat
tembok sendiri, warna yang paling dominan adalah warna putih. Selain warna
putih, kebanyakan warna yang disukai dan diproduksi untuk cat tembok adalah
warna-warna pastel, dimana pigment warna putih tetap lebih dominan, dan
warna-warna yang lain bersifat sebagai tinting saja untuk menghasilkan
warna-warna muda yang cerah. Adapun ada beberapa jenis pigment yang bisa
digunakan untuk pembuatan cat tembok, yaitu antara lain :
1. Titanium Dioxide (TiO2)
Ini adalah pigment paling dominan dalam cat tembok. Tipe yang dipakai adalah tipe "polished", dimana mineral Titanium Rutile dimurnikan, kemudian dipoles dengan bahan kimia tertentu sehingga menghasilkan pigment yang tahan terhadap sinar UV (non yellowing). Ada 2 tipe golongan besar pigment Titanium Dioxide, yaitu Rutile dan Anatase (jarang sekali dipakai pada cat tembok), sedangkan untuk Rutile sendiri berdasarkan dari pembuatannya dibagi menjadi tipe Chloride dan Tipe Sulfate. Tipe Chloride berharga lebih mahal, memiliki distribusi partikel yang lebih sempurna (hiding power meningkat), dan teknologinya didominasi oleh perusahaan dari Eropa dan Amerika. Tipe Sulfate mulai banyak ditinggalkan karena lebih toxic dalam pembuatannya, tetapi lebih efisien dalam proses produksinya, menghasilkan pigment Titanium dengan kualitas yang nyaris setara dengan tipe Chloride, hanya sedikit inferior dalam hal hiding power. Produsen tipe ini sekarang kebanyakan dari China, India, dan Malaysia.
2. Inorganic Pigments
Kebanyakan inorganic pigment adalah berasal dari metal based, sehingga memiliki ketahanan terhadap sinar UV sangat tinggi. Selain itu, ketahanan terhadap panas juga tinggi, tetapi untuk aplikasi cat tembok, ketahanan panas tidak terlalu penting. Beberapa inorganic pigment berbahan dasar iron-oxide cukup disukai karena harganya relatif ekonomis dan berdaya tahan tinggi. Kekurangan dari pigment inorganik adalah warnanya tidak cerah, sehingga tidak memungkinkan banyak variasi warna-warni pastel yang menarik.
3. Organic Pigments
Organic pigment memiliki unsur karbon yang dominan. Jenis warna yang dihasilkan dari organic pigment umumnya cerah-cerah dan memungkinkan adanya variasi warna yang menarik. Kekurangannya untuk cat tembok adalah dari sisi light-fastness, dimana organic pigment memiliki sifat light-fastness yang bervariasi tergantung tipe pigmentnya. Light fastness ini adalah ukuran yang menyatakan daya tahan pigment terhadap sinar matahari or UV, semakin tinggi nilai light fastness pigment yang digunakan, maka semakin tahan terhadap perubahan warna dalam jangka waktu tertentu. Untuk pemakaian pigment jenis ini di dalam cat tembok, harus diperhatikan baik-baik jenis aplikasinya (interior-exterior), dan juga light-fastness organic pigment yang dipilih harus sesuai, agar dapat dihasilkan cat tembok dengan kualitas yang diharapkan. Beberapa jenis pigment organic adalah Phytalocyanine based (Green - Blue), DPP based (red), etc.
3 jenis pigment diatas adalah pigment dominan untuk cat tembok. Adapun jenis pigment lain yang mungkin dipakai adalah Carbon Black (warna hitam), dimana cukup banyak cat tembok yang berwarna abu-abu digunakan sebagai cat dinding luar sebelah samping. Warna abu-abu ini adalah campuran dari Carbon Black & Titanium Dioxide dengan perbandingan yang sesuai.
Dalam penggunaan warna pada cat tembok, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah diperlukannya additif tertentu untuk dapat menghasilkan warna-warna yang sesuai. Antara lain additif itu adalah wetting dan dispersing agent. Kedua additif ini akan dibahas pada pembahasan-pembahasan berikutnya.
Selain additif wetting dan dispersing, ketakutan paling utama dalam penggunaan pigment adalah kemungkinan menguning dan pudarnya warna pada cat tembok setelah jangka waktu tertentu. Penggunaan additif UV Stabilizer bisa ditambahkan jika perlu, tetapi karena kebanyakan pigment pada cat tembok adalah berwarna putih ataupun pastel (campuran dari warna putih dengan pigment lainnya), sebenarnya selama warna putih yang dipakai berasal dari pigment Titanium Dioxide Rutile, hal ini akan sangat banyak membantu menghindari efek pudarnya warna dan menguning, karena pigment Titanium Dioxide sendiri bersifat sebagai UV Stabilizer.
1. Titanium Dioxide (TiO2)
Ini adalah pigment paling dominan dalam cat tembok. Tipe yang dipakai adalah tipe "polished", dimana mineral Titanium Rutile dimurnikan, kemudian dipoles dengan bahan kimia tertentu sehingga menghasilkan pigment yang tahan terhadap sinar UV (non yellowing). Ada 2 tipe golongan besar pigment Titanium Dioxide, yaitu Rutile dan Anatase (jarang sekali dipakai pada cat tembok), sedangkan untuk Rutile sendiri berdasarkan dari pembuatannya dibagi menjadi tipe Chloride dan Tipe Sulfate. Tipe Chloride berharga lebih mahal, memiliki distribusi partikel yang lebih sempurna (hiding power meningkat), dan teknologinya didominasi oleh perusahaan dari Eropa dan Amerika. Tipe Sulfate mulai banyak ditinggalkan karena lebih toxic dalam pembuatannya, tetapi lebih efisien dalam proses produksinya, menghasilkan pigment Titanium dengan kualitas yang nyaris setara dengan tipe Chloride, hanya sedikit inferior dalam hal hiding power. Produsen tipe ini sekarang kebanyakan dari China, India, dan Malaysia.
2. Inorganic Pigments
Kebanyakan inorganic pigment adalah berasal dari metal based, sehingga memiliki ketahanan terhadap sinar UV sangat tinggi. Selain itu, ketahanan terhadap panas juga tinggi, tetapi untuk aplikasi cat tembok, ketahanan panas tidak terlalu penting. Beberapa inorganic pigment berbahan dasar iron-oxide cukup disukai karena harganya relatif ekonomis dan berdaya tahan tinggi. Kekurangan dari pigment inorganik adalah warnanya tidak cerah, sehingga tidak memungkinkan banyak variasi warna-warni pastel yang menarik.
3. Organic Pigments
Organic pigment memiliki unsur karbon yang dominan. Jenis warna yang dihasilkan dari organic pigment umumnya cerah-cerah dan memungkinkan adanya variasi warna yang menarik. Kekurangannya untuk cat tembok adalah dari sisi light-fastness, dimana organic pigment memiliki sifat light-fastness yang bervariasi tergantung tipe pigmentnya. Light fastness ini adalah ukuran yang menyatakan daya tahan pigment terhadap sinar matahari or UV, semakin tinggi nilai light fastness pigment yang digunakan, maka semakin tahan terhadap perubahan warna dalam jangka waktu tertentu. Untuk pemakaian pigment jenis ini di dalam cat tembok, harus diperhatikan baik-baik jenis aplikasinya (interior-exterior), dan juga light-fastness organic pigment yang dipilih harus sesuai, agar dapat dihasilkan cat tembok dengan kualitas yang diharapkan. Beberapa jenis pigment organic adalah Phytalocyanine based (Green - Blue), DPP based (red), etc.
3 jenis pigment diatas adalah pigment dominan untuk cat tembok. Adapun jenis pigment lain yang mungkin dipakai adalah Carbon Black (warna hitam), dimana cukup banyak cat tembok yang berwarna abu-abu digunakan sebagai cat dinding luar sebelah samping. Warna abu-abu ini adalah campuran dari Carbon Black & Titanium Dioxide dengan perbandingan yang sesuai.
Dalam penggunaan warna pada cat tembok, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah diperlukannya additif tertentu untuk dapat menghasilkan warna-warna yang sesuai. Antara lain additif itu adalah wetting dan dispersing agent. Kedua additif ini akan dibahas pada pembahasan-pembahasan berikutnya.
Selain additif wetting dan dispersing, ketakutan paling utama dalam penggunaan pigment adalah kemungkinan menguning dan pudarnya warna pada cat tembok setelah jangka waktu tertentu. Penggunaan additif UV Stabilizer bisa ditambahkan jika perlu, tetapi karena kebanyakan pigment pada cat tembok adalah berwarna putih ataupun pastel (campuran dari warna putih dengan pigment lainnya), sebenarnya selama warna putih yang dipakai berasal dari pigment Titanium Dioxide Rutile, hal ini akan sangat banyak membantu menghindari efek pudarnya warna dan menguning, karena pigment Titanium Dioxide sendiri bersifat sebagai UV Stabilizer.
Bagian 4.3.2 - Bahan Baku
Pembuatan Cat Tembok - Extender Filler
Sekarang kita akan memasuki bagian yang paling
"tricky" dalam formulasi cat tembok water based dilihat dari sudut
pandang komersial. Seperti dibahas pada bagian awal tentang jenis-jenis cat
tembok, ada cat tembok yang high-pvc, berarti memiliki kandungan extender
banyak, dan juga ada low-pvc yang memiliki kandungan extender sedikit.
Penggunaan extender berlebihan tidak meningkatkan kualitas cat tembok yang
dihasilkan, tetapi secara signifikan akan mengurangi cost pembuatan cat tembok,
baik per kilo maupun per liter. Extender filler adalah bahan-bahan dalam bentuk
tepung yang ditambahkan pada formulasi cat tembok yang berfungsi sebagai
"bahan pengisi" untuk cat tembok tersebut. Adapun pigment seperti
pada pembahasan sebelumnya dikategorikan juga sebagai extender karena berasal
dari bahan baku tepung, memiliki sifat extender, tetapi mampu memberikan warna
dominan pada cat tembok tersebut. Sehingga pada pembahasannya dibuat terpisah.
Adapun beberapa extender filler dominan yang banyak dipakai ada 2 macam, yaitu :
1. Calcium Carbonate
Pada aplikasi cat tembok medium-pvc dan high-pvc (kualitas menengah ke bawah) banyak digunakan extender filler dari jenis ini. Calcium Carbonate disukai karena warnanya yang putih dan berharga murah. Dengan memakai Calcium Carbonate, formulator dapat memasukkan banyak extender ke dalam formulasi cat temboknya, sehingga akan mengurangi ongkos cat secara signifikan. Kekurangan dari jenis extender filler ini adalah karena sifat transparansi Calcium Carbonate, dimana relatif cukup jelek dibandingkan dengan extender yang lain, sehingga tidak mampu membantu memberikan hiding power pada cat tembok setelah diaplikasikan. Tapi berhubung warna dari Calcium Carbonate relatif putih bersih, maka penggunaan extender pigment yang berfungsi memberikan daya tutup warna menjadi cukup minimal. Apalagi melihat kenyataan bahwa kebanyakan cat tembok yang dijual berwarna putih maupun warna-warna pastel (warna dasar adalah putih).
2. Kaolin
Jenis kaolin yang dipakai adalah Calcined Clay, dimana kaolin yang ditambang kemudian dibakar sehingga menghasilkan kaolin dengan purity tinggi. Kaolin memiliki sifat opaque, sehingga bisa memberikan daya tutup tambahan jika digunakan dalam formulasi cat tembok. Penggunaan kaolin biasanya terbatas pada cat tembok kelas menengah-atas (medium-pvc to low-pvc) karena warna dasar dari kaolin sendiri adalah kecoklatan (sedikit berwarna abu-abu), sehingga jika ditambahkan pada formulasi cat tembok akan menyebabkan cat berwarna gelap. Untuk menutupi efek warna yang dihasilkan dari pemakaian kaolin, maka konsentrasi extender pigment (yang nota bene harganya mahal dibanding extender filler) harus ditingkatkan agar mampu "menutupi" efek warna gelap dari kaolin tersebut. Untuk cat tembok kelas menengah atas, kaolin amat disukai karena memberikan daya tutup yang baik sehingga daya sebar pemakaian cat lebih tinggi. Harga kaolin sendiri berkisar antara 3-4x lipat lebih mahal dibanding dengan harga Calcium Carbonate yang dibahas diatas, sehingga formulator cat tembok murah amat jarang memakai kaolin ini (sudah jatuh tertimpa tangga, harga lebih mahal, eh masih harus menambah pigment yang lebih mahal lagi untuk menutupinya). Cat tembok kualitas menengah-atas biasanya harga jualnya mampu untuk menutupi tambahan harga yang terjadi karena penggunaan kaolin (dari harga kaolinnya dan tambahan pigment yang dipakai).
Kedua filler diatas adalah yang paling banyak dipakai untuk formulasi cat tembok. Ada beberapa macam extender filler jenis lain yang bisa dipakai, yaitu antara lain adalah talc, diatomite, silica sand, dll. Tapi kenyataannya kedua extender diatas amat sangat dominan untuk formulasi cat tembok, sehingga pembahasan kita lebih mengarah ke dua jenis extender diatas.
Tambahan adalah mengenai filler yang disebut "TITANIUM EXTENDER". Seperti disebutkan tadi, harga pigment jauh lebih mahal daripada harga extender filler. Harga Titanium Dioxide Rutile yang merupakan pigment utama dalam cat tembok sendiri berkisar antara 10x lipat dari harga kaolin, dan 30x lipat dari harga Calcium Carbonate. Seperti diceritakan diatas, untuk cat tembok menengah atas, kebanyakan dipakai kaolin yang berwarna gelap tetapi memberikan hiding power yang baik pada formulasinya, oleh karena itu untuk menutupi efek warna gelap dari extender tersebut, maka digunakan pigment dalam jumlah relatif lebih banyak. Hal ini tentunya menambah ongkos produksi cat tembok jenis tersebut. Titanium Extender adalah jenis filler yang berwarna putih tetapi mampu memberikan hiding power di dalam formulasi cat.
Untuk jenis Titanium Extender yang banyak terdapat di pasaran berbahan dasar Kaolin juga, tetapi telah di-purifikasi (dibakar dan dimurnikan) beberapa kali sehingga menghasilkan Kaolin yang berwarna putih, sehingga di dalam formulasi cat akan jauh lebih sedikit menghasilkan warna gelap. Karena warna gelap yang dihasilkan sedikit, maka penggunaan pigment yang bertujuan untuk menutupi warna gelap itu juga berkurang, sehingga akan mengurangi ongkos pemakaian pigment yang berharga mahal. Umumnya Titanium Extender berharga 2-3x lipat lebih mahal daripada harga kaolin biasa.
Sebenarnya, Titanium Extender berbahan baku kaolin tersebut adalah Kaolin dengan tingkat whiteness amat tinggi (biasanya diatas 92%), tapi tentunya akan sulit dijual kalau kita beri nama "Kaolin Putih", karena harganya 2-3x lipat dari Kaolin biasa. Publik sulit menerima harga bahan baku dari bahan yang sama tetapi dijual 2-3x lipat lebih mahal. Oleh karena itu produsen extender filler jenis ini menggunakan nama yang kreatif, yaitu "Titanium Extender" dimana dibilang fungsinya adalah untuk mengurangi pemakaian Titanium Dioxide, sehingga lebih mudah dijual karena harganya cuman 1/4 dari harga Titanium Dioxide. Untuk formulator yang mengerti duduk persoalannya, istilah menjadi tidak penting, tetapi yang penting adalah hasil akhirnya tentunya.
Titanium extender jenis lain yang banyak dipasarkan untuk cat tembok high-end (low pvc) adalah jenis Opaque Polymer, suatu material yang diklaim mampu memberikan hiding power, kestabilan warna, mengurangi pemakaian pigment, dan memberikan respons baik terhadap additif rheology, adhesi, dirt pickup resistance, dll. Walaupun disebut sebagai polymer, opaque polymer ini tidak bersifat non-film forming (tidak membentuk lapisan cat), tapi hanya berfungsi sebagai extender yang diklaim mempunyai performance yang sangat superior dibanding extender jenis lain. Salah satu fitur opaque polymer ini adalah kemampuannya dalam light scatter sehingga memberikan efek hiding power yang superior tanpa merubah warna, sehingga pemakaian pigment bisa ditekan karena opaque polymer ini diklaim bisa menjadi bahan pengisi diantara pigment (pigment spacing).
Adapun beberapa extender filler dominan yang banyak dipakai ada 2 macam, yaitu :
1. Calcium Carbonate
Pada aplikasi cat tembok medium-pvc dan high-pvc (kualitas menengah ke bawah) banyak digunakan extender filler dari jenis ini. Calcium Carbonate disukai karena warnanya yang putih dan berharga murah. Dengan memakai Calcium Carbonate, formulator dapat memasukkan banyak extender ke dalam formulasi cat temboknya, sehingga akan mengurangi ongkos cat secara signifikan. Kekurangan dari jenis extender filler ini adalah karena sifat transparansi Calcium Carbonate, dimana relatif cukup jelek dibandingkan dengan extender yang lain, sehingga tidak mampu membantu memberikan hiding power pada cat tembok setelah diaplikasikan. Tapi berhubung warna dari Calcium Carbonate relatif putih bersih, maka penggunaan extender pigment yang berfungsi memberikan daya tutup warna menjadi cukup minimal. Apalagi melihat kenyataan bahwa kebanyakan cat tembok yang dijual berwarna putih maupun warna-warna pastel (warna dasar adalah putih).
2. Kaolin
Jenis kaolin yang dipakai adalah Calcined Clay, dimana kaolin yang ditambang kemudian dibakar sehingga menghasilkan kaolin dengan purity tinggi. Kaolin memiliki sifat opaque, sehingga bisa memberikan daya tutup tambahan jika digunakan dalam formulasi cat tembok. Penggunaan kaolin biasanya terbatas pada cat tembok kelas menengah-atas (medium-pvc to low-pvc) karena warna dasar dari kaolin sendiri adalah kecoklatan (sedikit berwarna abu-abu), sehingga jika ditambahkan pada formulasi cat tembok akan menyebabkan cat berwarna gelap. Untuk menutupi efek warna yang dihasilkan dari pemakaian kaolin, maka konsentrasi extender pigment (yang nota bene harganya mahal dibanding extender filler) harus ditingkatkan agar mampu "menutupi" efek warna gelap dari kaolin tersebut. Untuk cat tembok kelas menengah atas, kaolin amat disukai karena memberikan daya tutup yang baik sehingga daya sebar pemakaian cat lebih tinggi. Harga kaolin sendiri berkisar antara 3-4x lipat lebih mahal dibanding dengan harga Calcium Carbonate yang dibahas diatas, sehingga formulator cat tembok murah amat jarang memakai kaolin ini (sudah jatuh tertimpa tangga, harga lebih mahal, eh masih harus menambah pigment yang lebih mahal lagi untuk menutupinya). Cat tembok kualitas menengah-atas biasanya harga jualnya mampu untuk menutupi tambahan harga yang terjadi karena penggunaan kaolin (dari harga kaolinnya dan tambahan pigment yang dipakai).
Kedua filler diatas adalah yang paling banyak dipakai untuk formulasi cat tembok. Ada beberapa macam extender filler jenis lain yang bisa dipakai, yaitu antara lain adalah talc, diatomite, silica sand, dll. Tapi kenyataannya kedua extender diatas amat sangat dominan untuk formulasi cat tembok, sehingga pembahasan kita lebih mengarah ke dua jenis extender diatas.
Tambahan adalah mengenai filler yang disebut "TITANIUM EXTENDER". Seperti disebutkan tadi, harga pigment jauh lebih mahal daripada harga extender filler. Harga Titanium Dioxide Rutile yang merupakan pigment utama dalam cat tembok sendiri berkisar antara 10x lipat dari harga kaolin, dan 30x lipat dari harga Calcium Carbonate. Seperti diceritakan diatas, untuk cat tembok menengah atas, kebanyakan dipakai kaolin yang berwarna gelap tetapi memberikan hiding power yang baik pada formulasinya, oleh karena itu untuk menutupi efek warna gelap dari extender tersebut, maka digunakan pigment dalam jumlah relatif lebih banyak. Hal ini tentunya menambah ongkos produksi cat tembok jenis tersebut. Titanium Extender adalah jenis filler yang berwarna putih tetapi mampu memberikan hiding power di dalam formulasi cat.
Untuk jenis Titanium Extender yang banyak terdapat di pasaran berbahan dasar Kaolin juga, tetapi telah di-purifikasi (dibakar dan dimurnikan) beberapa kali sehingga menghasilkan Kaolin yang berwarna putih, sehingga di dalam formulasi cat akan jauh lebih sedikit menghasilkan warna gelap. Karena warna gelap yang dihasilkan sedikit, maka penggunaan pigment yang bertujuan untuk menutupi warna gelap itu juga berkurang, sehingga akan mengurangi ongkos pemakaian pigment yang berharga mahal. Umumnya Titanium Extender berharga 2-3x lipat lebih mahal daripada harga kaolin biasa.
Sebenarnya, Titanium Extender berbahan baku kaolin tersebut adalah Kaolin dengan tingkat whiteness amat tinggi (biasanya diatas 92%), tapi tentunya akan sulit dijual kalau kita beri nama "Kaolin Putih", karena harganya 2-3x lipat dari Kaolin biasa. Publik sulit menerima harga bahan baku dari bahan yang sama tetapi dijual 2-3x lipat lebih mahal. Oleh karena itu produsen extender filler jenis ini menggunakan nama yang kreatif, yaitu "Titanium Extender" dimana dibilang fungsinya adalah untuk mengurangi pemakaian Titanium Dioxide, sehingga lebih mudah dijual karena harganya cuman 1/4 dari harga Titanium Dioxide. Untuk formulator yang mengerti duduk persoalannya, istilah menjadi tidak penting, tetapi yang penting adalah hasil akhirnya tentunya.
Titanium extender jenis lain yang banyak dipasarkan untuk cat tembok high-end (low pvc) adalah jenis Opaque Polymer, suatu material yang diklaim mampu memberikan hiding power, kestabilan warna, mengurangi pemakaian pigment, dan memberikan respons baik terhadap additif rheology, adhesi, dirt pickup resistance, dll. Walaupun disebut sebagai polymer, opaque polymer ini tidak bersifat non-film forming (tidak membentuk lapisan cat), tapi hanya berfungsi sebagai extender yang diklaim mempunyai performance yang sangat superior dibanding extender jenis lain. Salah satu fitur opaque polymer ini adalah kemampuannya dalam light scatter sehingga memberikan efek hiding power yang superior tanpa merubah warna, sehingga pemakaian pigment bisa ditekan karena opaque polymer ini diklaim bisa menjadi bahan pengisi diantara pigment (pigment spacing).
Bagian 4.4.1 - Bahan Baku
Pembuatan Cat Tembok - Additif Dispersant
Dispersant (atau dispersing agent) adalah bahan pembantu
untuk men-disperse pigment dalam formulasi cat sehingga dapat dicapai kualitas
warna optimal yang diinginkan dari pemakaian extender pigment dalam formulasi
cat tersebut. Berbicara mengenai dispersant berarti kita berbicara juga
mengenai warna dan juga cara produksi cat tembok tersebut.
Fungsi dispersant sebenarnya adalah karena bahan baku pigment berbentuk powder, dan umumnya masih fresh partikelnya yang saling lengket satu sama lain (secara mikroskopis tentunya, bukan dengan mata telanjang), maka bahan baku dispersant ini akan berusaha untuk "melapisi" partikel-partikel pigment tersebut sehingga berjarak "renggang", dan setelah dicampur dengan bahan baku pembuatan cat yang lain kemudian tidak menjadi bersatu kembali. Setelah terjadi "pelapisan" pada permukaan pigment itu, dispersant kemudian memberikan "affinity" pada partikel-partikel pigment yang kemudian akan mencegah partikel tersebut saling membentuk agglomerate (gumpalan) kembali, sehingga pigment tersebut "tersebar" sempurna dan mampu memberikan warna yang optimal. Kemampuan dispersant yang utama selain "melapisi" adalah memberikan daya "membasahi" permukaan pigment tersebut. Optimalisasi pemakaian pigment dalam formulasi cat adalah sangat penting, hal ini karena untuk menekan cost (penggunaan pigment yang mahal jadi tidak berlebihan), dan juga dengan optimalisasi ini diharapkan terjadi stabilisasi pigment-dispersant, sehingga pada saat produksi, storage, dan aplikasi tidak terjadi separasi warna.
Untuk analoginya, jika kita punya tepung terigu sebanyak 1 kg, kemudian masukkan kedalam plastik dan lemparkan di lantai (jangan sampai pecah plastiknya). Kemudian jika tepung itu tidak kita masukkan plastik, terus kita sebar di lantai, maka luas area lantai yang tertutup oleh tepung 1 kg tanpa diplastiki itu adalah jauh lebih besar dari pada luas area lantai yang tertutup oleh tepung 1 kg dalam plastik. Analoginya adalah yang tepung terigu yang diplastiki itu sebagai pigment yang menggumpal, dan tepung terigu yang tidak diplastiki kemudian tersebar menutupi luas area yang besar adalah yang tidak menggumpal. Jadi jika pigment tidak menggumpal, tentunya akan memberikan daya sebar yang lebih besar juga, disinilah peran dispersing agent terjadi.
Ada beberapa jenis dispersant yang umum digunakan dalam cat tembok, antara lain :
1. Sodium Polyacrylate
Ini adalah dispersant paling ekonomis, dan beberapa perusahaan lokal juga sudah membuat dispersant jenis ini. Kekurangannya adalah masalah kompatibilitas dan kemungkinan terjadi separasi pada warna campuran.
2. Ammonium Polyacrylate
Ini adalah pengembangan dari dispersant Sodium Polyacrylate yang memberikan kompatibilitas lebih tinggi dan lebih sedikit problem pada separasi warna. Harganya lebih mahal dari Sodium Polyacrylate, tetapi dapat memberikan garansi kualitas yang lebih baik sebagai dispersant cat tembok kelas medium.
3. Polymeric (bisa Polycarboxylic, etc)
Ini adalah dispersant jenis high-end yang memiliki kompatibilitas dan stabilitas tinggi. Banyak digunakan dalam tinting system yang menjamin tingkat kompatibilitas pada dosis pencampuran yang bervariasi.
Berbicara mengenai dispersant, tentunya kita akan bicara lebih lanjut lagi mengenai cara produksi cat tembok, karena pemilihan dispersant akan berpengaruh juga pada cara produksi cat tembok. Cara produksi yang paling umum adalah cara konvensional, dimana dibagi menjadi tahapan sebagai berikut :
1. Mill Base
Disini pigment, dispersant, sedikit binder (jika perlu), thinner (untuk cat tembok = air), dan rheology dimasukkan, kemudian diaduk sampai mencapai kehalusan tertentu.
2. Let Down
Sesudah terbentuk larutan millbase yang sesuai, baru kemudian bahan baku yang lain dimasukkan dan diaduk bersama
3. Finishing
Disini tujuannya adalah meng-adjust cat tembok yang dihasilkan sampai dengan hasil yang diinginkan, bisa soal warnanya, viskositasnya, dll.
Pada cara yang konvensional, untuk setiap jenis cat yang diproduksi dengan warna tertentu, maka akan diperlukan formulasi khusus tertentu step-by-step yang meliputi semua aktivitas diatas. Hal ini tentunya akan sangat merepotkan karena kalau kita memiliki 50 warna, maka kita memiliki 50 formulasi yang dioptimalisasi secara berbeda untuk dosis pemkaian bahan bakunya. Karena itu sekarang dipakai pendekatan tinting system, dimana warna-warna yang dibutuhkan diadjust dalam bentuk pasta dengan konsentrasi bervariasi, kemudian pada proses produksinya hanya tinggal mencampur pasta ini ke dalam larutan let down (base color) yang sesuai. Biasanya dengan cara ini akan jauh lebih efektif karena kita menyimpan variasi formulasi warna, dan hanya menyimpan beberapa variasi larutan let down (base color). Dengan pendekatan ini, untuk menghasilkan cat tembok dengan 50 warna, paling hanya diperlukan 3 macam formulasi let down (base color) dan 50 formulasi pasta. Dibanding dengan 50 formulasi cat yang berbeda-beda. Perlu diingat, quantity larutan let down jauh lebih besar daripada pasta, jadi dengan konsep tinting system, maka akan mempermudah produsen karena sebagian besar quantity produksi mereka ada di base color saja yang telah direduksi menjadi (umumnya) 3 macam formulasi. Sedangkan pembuatan pasta adalah hal tersendiri, dimana untuk menghasilkan warna-warna tertentu tinggal tergantung kreativitas dari pencampuran pasta warna-warna dasar yang diperlukan.
Pada proses produksi, system ini dinamakan IN-PLANT-TINTING SYSTEM, dimana untuk aplikasi tinting system tentunya diperlukan jenis dispersant yang bermutu baik dan memiliki kompatibilitas/stabilitas tinggi untuk membuat pasta warna ini. Polymeric dispersant menjadi pilihan utama, sehingga meskipun berharga mahal, produk ini tetap dilirik karena pada aplikasinya akan sangat membantu mempermudah penyederhanaan formulasi cat yang dibutuhkan. Pabrikan cat ada yang menggunakan pasta warna buatan sendiri ataupun juga membeli dari pihak ketiga yang memang mengkhususkan diri menjual pasta warna untuk aplikasi in-plant.
Selain aplikasi tinting diatas, sekarang semakin berkembang juga pemakaian mesin POS-TINTING-SYSTEM (POS = Point Of Sale). Leader dari teknologi ini adalah CPS Color dari Finlandia, dan juga sekarang beberapa perusahaan kompetitornya telah mencoba memberikan solusi yang setara, sebagai contoh yaitu Clariant dan Degussa. Sistem POS ini adalah yang banyak kita lihat sebagai mesin pencampur warna di toko-toko bangunan, jadi kita bisa duduk dan memilih/mencampur warna yang kita inginkan, kemudian petugas mesin POS itu akan memformulasi hingga menemukan warna yang sesuai, kemudian mengambil cat base color, dicampur dengan tinting system dari mesin tersebut, diaduk dan voila...... jadi cat dengan warna yang kita inginkan. Ini adalah konsep yang ditonjolkan oleh banyak pabrikan besar untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki teknologi yang bagus untuk produk mereka dan mereka mampu memenuhi keinginan konsumen. Sejujurnya, penggunaan POS ini tidak memberikan keuntungan finansial yang berarti bagi produsen cat tembok tersebut, hanya sebagai jargon marketing untuk mengangkat citra produk mereka di pasaran. Pada akhirnya produk dengan warna-warna standard adalah produk yang jauh lebih laku. Mesin POS ini berharga mahal, memerlukan pigment pasta khusus (tanpa pigment pasta khusus tersebut, maka warna yang dihasilkan tidak akurat dan tidak sesuai dengan software yang digunakan untuk menjalankan mesin tersebut), dan volume yang dihasilkan juga relatif sangat kecil. Tapi dengan adanya mesin POS ini, konsumen yang memang sangat ingin memilih warna yang khusus, menjadi terbantu dan merasa puas dengan produk cat tembok merk tertentu yang memiliki mesin POS itu. Kepuasan konsumen adalah kunci dari pengoperasian mesin POS ini yang dikedepankan oleh produsen cat tembok yang memilikinya.
Berbicara mengenai standard warna, biasanya warna-warna Pantone digunakan sebagai standard international untuk bermacam-macam aplikasi, tetapi khusus untuk cat tembok, standard RALSTON lebih populer, dan produsen biasanya mengkaitkan warna produk cat tembok mereka dengan warna RALSTON. Selain membuat pasta warna, perusahaan Ralston ini juga membuat cat tembok mereka sendiri.
Fungsi dispersant sebenarnya adalah karena bahan baku pigment berbentuk powder, dan umumnya masih fresh partikelnya yang saling lengket satu sama lain (secara mikroskopis tentunya, bukan dengan mata telanjang), maka bahan baku dispersant ini akan berusaha untuk "melapisi" partikel-partikel pigment tersebut sehingga berjarak "renggang", dan setelah dicampur dengan bahan baku pembuatan cat yang lain kemudian tidak menjadi bersatu kembali. Setelah terjadi "pelapisan" pada permukaan pigment itu, dispersant kemudian memberikan "affinity" pada partikel-partikel pigment yang kemudian akan mencegah partikel tersebut saling membentuk agglomerate (gumpalan) kembali, sehingga pigment tersebut "tersebar" sempurna dan mampu memberikan warna yang optimal. Kemampuan dispersant yang utama selain "melapisi" adalah memberikan daya "membasahi" permukaan pigment tersebut. Optimalisasi pemakaian pigment dalam formulasi cat adalah sangat penting, hal ini karena untuk menekan cost (penggunaan pigment yang mahal jadi tidak berlebihan), dan juga dengan optimalisasi ini diharapkan terjadi stabilisasi pigment-dispersant, sehingga pada saat produksi, storage, dan aplikasi tidak terjadi separasi warna.
Untuk analoginya, jika kita punya tepung terigu sebanyak 1 kg, kemudian masukkan kedalam plastik dan lemparkan di lantai (jangan sampai pecah plastiknya). Kemudian jika tepung itu tidak kita masukkan plastik, terus kita sebar di lantai, maka luas area lantai yang tertutup oleh tepung 1 kg tanpa diplastiki itu adalah jauh lebih besar dari pada luas area lantai yang tertutup oleh tepung 1 kg dalam plastik. Analoginya adalah yang tepung terigu yang diplastiki itu sebagai pigment yang menggumpal, dan tepung terigu yang tidak diplastiki kemudian tersebar menutupi luas area yang besar adalah yang tidak menggumpal. Jadi jika pigment tidak menggumpal, tentunya akan memberikan daya sebar yang lebih besar juga, disinilah peran dispersing agent terjadi.
Ada beberapa jenis dispersant yang umum digunakan dalam cat tembok, antara lain :
1. Sodium Polyacrylate
Ini adalah dispersant paling ekonomis, dan beberapa perusahaan lokal juga sudah membuat dispersant jenis ini. Kekurangannya adalah masalah kompatibilitas dan kemungkinan terjadi separasi pada warna campuran.
2. Ammonium Polyacrylate
Ini adalah pengembangan dari dispersant Sodium Polyacrylate yang memberikan kompatibilitas lebih tinggi dan lebih sedikit problem pada separasi warna. Harganya lebih mahal dari Sodium Polyacrylate, tetapi dapat memberikan garansi kualitas yang lebih baik sebagai dispersant cat tembok kelas medium.
3. Polymeric (bisa Polycarboxylic, etc)
Ini adalah dispersant jenis high-end yang memiliki kompatibilitas dan stabilitas tinggi. Banyak digunakan dalam tinting system yang menjamin tingkat kompatibilitas pada dosis pencampuran yang bervariasi.
Berbicara mengenai dispersant, tentunya kita akan bicara lebih lanjut lagi mengenai cara produksi cat tembok, karena pemilihan dispersant akan berpengaruh juga pada cara produksi cat tembok. Cara produksi yang paling umum adalah cara konvensional, dimana dibagi menjadi tahapan sebagai berikut :
1. Mill Base
Disini pigment, dispersant, sedikit binder (jika perlu), thinner (untuk cat tembok = air), dan rheology dimasukkan, kemudian diaduk sampai mencapai kehalusan tertentu.
2. Let Down
Sesudah terbentuk larutan millbase yang sesuai, baru kemudian bahan baku yang lain dimasukkan dan diaduk bersama
3. Finishing
Disini tujuannya adalah meng-adjust cat tembok yang dihasilkan sampai dengan hasil yang diinginkan, bisa soal warnanya, viskositasnya, dll.
Pada cara yang konvensional, untuk setiap jenis cat yang diproduksi dengan warna tertentu, maka akan diperlukan formulasi khusus tertentu step-by-step yang meliputi semua aktivitas diatas. Hal ini tentunya akan sangat merepotkan karena kalau kita memiliki 50 warna, maka kita memiliki 50 formulasi yang dioptimalisasi secara berbeda untuk dosis pemkaian bahan bakunya. Karena itu sekarang dipakai pendekatan tinting system, dimana warna-warna yang dibutuhkan diadjust dalam bentuk pasta dengan konsentrasi bervariasi, kemudian pada proses produksinya hanya tinggal mencampur pasta ini ke dalam larutan let down (base color) yang sesuai. Biasanya dengan cara ini akan jauh lebih efektif karena kita menyimpan variasi formulasi warna, dan hanya menyimpan beberapa variasi larutan let down (base color). Dengan pendekatan ini, untuk menghasilkan cat tembok dengan 50 warna, paling hanya diperlukan 3 macam formulasi let down (base color) dan 50 formulasi pasta. Dibanding dengan 50 formulasi cat yang berbeda-beda. Perlu diingat, quantity larutan let down jauh lebih besar daripada pasta, jadi dengan konsep tinting system, maka akan mempermudah produsen karena sebagian besar quantity produksi mereka ada di base color saja yang telah direduksi menjadi (umumnya) 3 macam formulasi. Sedangkan pembuatan pasta adalah hal tersendiri, dimana untuk menghasilkan warna-warna tertentu tinggal tergantung kreativitas dari pencampuran pasta warna-warna dasar yang diperlukan.
Pada proses produksi, system ini dinamakan IN-PLANT-TINTING SYSTEM, dimana untuk aplikasi tinting system tentunya diperlukan jenis dispersant yang bermutu baik dan memiliki kompatibilitas/stabilitas tinggi untuk membuat pasta warna ini. Polymeric dispersant menjadi pilihan utama, sehingga meskipun berharga mahal, produk ini tetap dilirik karena pada aplikasinya akan sangat membantu mempermudah penyederhanaan formulasi cat yang dibutuhkan. Pabrikan cat ada yang menggunakan pasta warna buatan sendiri ataupun juga membeli dari pihak ketiga yang memang mengkhususkan diri menjual pasta warna untuk aplikasi in-plant.
Selain aplikasi tinting diatas, sekarang semakin berkembang juga pemakaian mesin POS-TINTING-SYSTEM (POS = Point Of Sale). Leader dari teknologi ini adalah CPS Color dari Finlandia, dan juga sekarang beberapa perusahaan kompetitornya telah mencoba memberikan solusi yang setara, sebagai contoh yaitu Clariant dan Degussa. Sistem POS ini adalah yang banyak kita lihat sebagai mesin pencampur warna di toko-toko bangunan, jadi kita bisa duduk dan memilih/mencampur warna yang kita inginkan, kemudian petugas mesin POS itu akan memformulasi hingga menemukan warna yang sesuai, kemudian mengambil cat base color, dicampur dengan tinting system dari mesin tersebut, diaduk dan voila...... jadi cat dengan warna yang kita inginkan. Ini adalah konsep yang ditonjolkan oleh banyak pabrikan besar untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki teknologi yang bagus untuk produk mereka dan mereka mampu memenuhi keinginan konsumen. Sejujurnya, penggunaan POS ini tidak memberikan keuntungan finansial yang berarti bagi produsen cat tembok tersebut, hanya sebagai jargon marketing untuk mengangkat citra produk mereka di pasaran. Pada akhirnya produk dengan warna-warna standard adalah produk yang jauh lebih laku. Mesin POS ini berharga mahal, memerlukan pigment pasta khusus (tanpa pigment pasta khusus tersebut, maka warna yang dihasilkan tidak akurat dan tidak sesuai dengan software yang digunakan untuk menjalankan mesin tersebut), dan volume yang dihasilkan juga relatif sangat kecil. Tapi dengan adanya mesin POS ini, konsumen yang memang sangat ingin memilih warna yang khusus, menjadi terbantu dan merasa puas dengan produk cat tembok merk tertentu yang memiliki mesin POS itu. Kepuasan konsumen adalah kunci dari pengoperasian mesin POS ini yang dikedepankan oleh produsen cat tembok yang memilikinya.
Berbicara mengenai standard warna, biasanya warna-warna Pantone digunakan sebagai standard international untuk bermacam-macam aplikasi, tetapi khusus untuk cat tembok, standard RALSTON lebih populer, dan produsen biasanya mengkaitkan warna produk cat tembok mereka dengan warna RALSTON. Selain membuat pasta warna, perusahaan Ralston ini juga membuat cat tembok mereka sendiri.
Bagian 4.4.2 - Bahan
Baku Pembuatan Cat Tembok - Additif Rheology Modifier - Thickener - Pengental
Sekarang, kita masuki juga bagian yang cukup tricky untuk
cat tembok, yaitu pemakaian thickener. Seperti dibahas sebelumnya, cat tembok
dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu cat tembok Low PVC (High End, Gloss
Paint), cat tembok Medium PVC (Medium End, Semi Gloss Paint), dan cat tembok
High PVC (Low End, Flat Paint). Perbedaan dari cat tembok itu dikarenakan ratio
pemakaian latex dan "pigment" di dalam cat tersebut (yang disebut
"pigment" adalah filler + pigment). Karena cat tembok terdiri dari
bermacam-macam komponen, dan pada hasil akhir cat yang diproduksi diinginkan
berada dalam rentang viskositas/kekentalan tertentu untuk mempermudah
aplikasinya, maka diperlukan additif khusus yang berfungsi untuk
"menyeragamkan" viskositas cat tembok yang dihasilkan sampai dengan
level tertentu yang diinginkan. Baik cat tembok high pvc, medium pvc, maupun
low pvc, biasanya untuk dapat diaplikasikan akan "diarahkan" agar
memiliki rentang viskositas yang sama. Khusus untuk cat tembok, besaran
viskositas yang digunakan adalah KREBS UNIT (KU) dan alat yang digunakan untuk
mengukurnya adalah STORMER VISCOMETER (atau KU Viscometer). Angka
"pedoman" untuk cat tembok adalah diharapkan viskositasnya berada
dalam rentang "100 KU". Angka "keramat" ini diyakini
sebagai angka terbaik bagi cat tembok yang dihasilkan (jika perlu diencerkan
pun, hanya sedikit sekali, artinya adalah siap pakai).
Adapun additif thickener ini pada umumnya tidak digunakan hanya sebagai pengental saja, tetapi juga untuk memperbaiki RHEOLOGY dari cat tembok yang dihasilkan. Yang dimaksud dengan rheology adalah sifat aliran dari suatu campuran cair. Adapun beberapa sifat rheology yang menjadi patokan antara lain :
- Viskositas
- Pourability (aliran saat dituang, apakah putus seperti air, apakah mengalir seperti minyak, dll)
- Sagging (meleleh)
- Levelling (kehalusan / ke-dataran permukaan)
Gambar diatas menjelaskan beberapa jenis viskositas dilihat dari hubungannya dengan shear rate. Viskositas jenis newtonian adalah yang bernilai tetap baik ada maupun tidak ada shear. Viskositas pseudoplastis adalah bernilai tinggi (kental) pada no shear / low shear, dan menjadi encer saat shear rate dinaikan. Sedangkan dilatant adalah kebalikan dari pseudoplastis, tapi pada pembahasan cat tembok kita akan fokus di newtonian dan pseudoplastis saja.
Mempelajari rheology sebenarnya juga belajar juga mengenai shear rate (tingkat pergeseran). Shear dapat terjadi karena faktor dari external, antara lain vibrasi/goncangan selama storage dan transport, adukkan sebelum aplikasi, benturan, dll. Karena sifat thickener adalah mengentalkan dan memperbaiki rheology dari cat tembok, maka saat terjadi shear yang mempengaruhi cat tembok tersebut, viskositas dan sifat-sifat dari cat tersebut akan berubah. Yang kita harapkan dengan pemakaian thickener ini adalah kemungkinan agar sifat-sifat baik rheology yang mempengaruhi kualitas cat tembok dapat tercapai pada saat aplikasi setelah diberikan shear pada level tertentu (i.e. diaduk sebelum aplikasi). Karena pentingnya additif ini, maka pemilihan additif thickener menjadi amat sangat krusial dalam pembuatan cat tembok. Selain sebagai rheology modifier yang dapat dilihat relasinya dengan viskositas (kekentalan), Rheology Modifier juga berperan dalam meningkatkan daya tahan lapisan cat yang dihasilkan berdasarkan dari besarnya angka scrub resistance. Thickener ini berfungsi sebagai "jembatan" dari komponen-komponen pembentuk cat tembok ini yang disebut sebagai hubungan "associative", dimana performance associative ini sangat menentukan besarnya angka scrub resistance yang dihasilkan. Cat dengan angka scrub resistance tinggi merupakan cat yang berdaya tahan tinggi pula, sehingga dapat tahan lama.
Tentang rheology sendiri adalah ilmu yang sangat kompleks, disini saya akan menampilkan suatu grafik yang menggambarkan apa yang diharapkan dari pemakaian thickener dalam cat tembok itu untuk mendapatkan viskositas pseudoplastic dengan thixotropy flow yang sesuai dengan efek yang diinginkan oleh formulator cat tembok tersebut. Penggunaan rheology sangat dibutuhkan karena pada umumnya selama proses produksi, penyimpanan, transportasi, dan akhirnya aplikasi, terjadi bermacam-macam shear (force + rate) yang berpengaruh signifikan terhadap performance cat tembok yang dihasilkan. Oleh karena itu, additif ini sangatlah penting untuk dipelajari dan dioptimalisasi penggunaannya agar kita bisa membuat formulasi cat yang sesuai dengan keinginan dan juga memiliki kestabilan tinggi.
Adapun additif thickener ini pada umumnya tidak digunakan hanya sebagai pengental saja, tetapi juga untuk memperbaiki RHEOLOGY dari cat tembok yang dihasilkan. Yang dimaksud dengan rheology adalah sifat aliran dari suatu campuran cair. Adapun beberapa sifat rheology yang menjadi patokan antara lain :
- Viskositas
- Pourability (aliran saat dituang, apakah putus seperti air, apakah mengalir seperti minyak, dll)
- Sagging (meleleh)
- Levelling (kehalusan / ke-dataran permukaan)
Gambar diatas menjelaskan beberapa jenis viskositas dilihat dari hubungannya dengan shear rate. Viskositas jenis newtonian adalah yang bernilai tetap baik ada maupun tidak ada shear. Viskositas pseudoplastis adalah bernilai tinggi (kental) pada no shear / low shear, dan menjadi encer saat shear rate dinaikan. Sedangkan dilatant adalah kebalikan dari pseudoplastis, tapi pada pembahasan cat tembok kita akan fokus di newtonian dan pseudoplastis saja.
Mempelajari rheology sebenarnya juga belajar juga mengenai shear rate (tingkat pergeseran). Shear dapat terjadi karena faktor dari external, antara lain vibrasi/goncangan selama storage dan transport, adukkan sebelum aplikasi, benturan, dll. Karena sifat thickener adalah mengentalkan dan memperbaiki rheology dari cat tembok, maka saat terjadi shear yang mempengaruhi cat tembok tersebut, viskositas dan sifat-sifat dari cat tersebut akan berubah. Yang kita harapkan dengan pemakaian thickener ini adalah kemungkinan agar sifat-sifat baik rheology yang mempengaruhi kualitas cat tembok dapat tercapai pada saat aplikasi setelah diberikan shear pada level tertentu (i.e. diaduk sebelum aplikasi). Karena pentingnya additif ini, maka pemilihan additif thickener menjadi amat sangat krusial dalam pembuatan cat tembok. Selain sebagai rheology modifier yang dapat dilihat relasinya dengan viskositas (kekentalan), Rheology Modifier juga berperan dalam meningkatkan daya tahan lapisan cat yang dihasilkan berdasarkan dari besarnya angka scrub resistance. Thickener ini berfungsi sebagai "jembatan" dari komponen-komponen pembentuk cat tembok ini yang disebut sebagai hubungan "associative", dimana performance associative ini sangat menentukan besarnya angka scrub resistance yang dihasilkan. Cat dengan angka scrub resistance tinggi merupakan cat yang berdaya tahan tinggi pula, sehingga dapat tahan lama.
Tentang rheology sendiri adalah ilmu yang sangat kompleks, disini saya akan menampilkan suatu grafik yang menggambarkan apa yang diharapkan dari pemakaian thickener dalam cat tembok itu untuk mendapatkan viskositas pseudoplastic dengan thixotropy flow yang sesuai dengan efek yang diinginkan oleh formulator cat tembok tersebut. Penggunaan rheology sangat dibutuhkan karena pada umumnya selama proses produksi, penyimpanan, transportasi, dan akhirnya aplikasi, terjadi bermacam-macam shear (force + rate) yang berpengaruh signifikan terhadap performance cat tembok yang dihasilkan. Oleh karena itu, additif ini sangatlah penting untuk dipelajari dan dioptimalisasi penggunaannya agar kita bisa membuat formulasi cat yang sesuai dengan keinginan dan juga memiliki kestabilan tinggi.
Gambar diatas menunjukkan korelasi antara shear yang terjadi
pada cat tembok yang dihasilkan. Garis grafik menunjukan korelasi shear dan apa
yang dialami oleh cat tersebut (pada saat storage, transportasi, diaduk, dll).
Thixotropic flow adalah menyerupai kurva pseudoplastis yang diharapkan untuk
optimalisasi formulasi cat tembok, sehingga formulasi selalu diarahkan menuju
ke kurva seperti diatas.
Beberapa jenis additif rheology yang umum digunakan dalam cat tembok :
1. Cellulose based additif
Ini adalah additif thickener yang paling banyak digunakan dalam pembuatan cat tembok, dan yang paling umum digunakan adalah HEC (Hydroxy Ethly Cellulose). Keunggulan dari HEC adalah efisiensinya dalam menaikkan viskositas cat tembok pada penggunaan dosis rendah dan memberikan thickening efficiency tertinggi pada saat low-shear (atau kondisi diam). Thickener ini berbahan dasar selulosa yang terbuat dari bubur kertas (pulp) maupun bubur kapas, yang kemudian diproses dengan teknologi tertentu sehingga menghasilkan produk yang memiliki kompatibilitas tinggi untuk digunakan pada formulasi cat tembok. Adapun selain HEC, masih banyak lagi turunan-turunan thickner berbahan dasar selulosa. HEC ditawarkan pada viskositas range yang cukup lebar, perbedaan ini dikarenakan adalah besarnya MW (Molecular Weight) building block dari polymer selulosa yang digunakan untuk pembuatannya. Semakin tinggi MW selulosa yang digunakan, maka akan dihasilkan HEC dengan thickening effect (daya mengentalkan) semakin tinggi juga. Pemakaian HEC dengan MW tinggi (viskositas tinggi) pada cat akan banyak menimbulkan efek inferior pada lapisan cat yang dihasilkan (antara lain blister, alkali resistance, dll). Oleh karena itu, pada cat jenis medium PVC dan low PVC, digunakan HEC dengan level kekentalan moderat agar mudah diaplikasikan dan mengurangi efek yang mengurangi performance lapisan cat yang dihasilkan. Rheology modifier dari HEC adalah yang paling banyak digunakan karena efek thickening yang diharapkan pada saat storage (no shear / low shear) dapat tercapai dengan penggunaan additif ini.
Beberapa jenis additif rheology yang umum digunakan dalam cat tembok :
1. Cellulose based additif
Ini adalah additif thickener yang paling banyak digunakan dalam pembuatan cat tembok, dan yang paling umum digunakan adalah HEC (Hydroxy Ethly Cellulose). Keunggulan dari HEC adalah efisiensinya dalam menaikkan viskositas cat tembok pada penggunaan dosis rendah dan memberikan thickening efficiency tertinggi pada saat low-shear (atau kondisi diam). Thickener ini berbahan dasar selulosa yang terbuat dari bubur kertas (pulp) maupun bubur kapas, yang kemudian diproses dengan teknologi tertentu sehingga menghasilkan produk yang memiliki kompatibilitas tinggi untuk digunakan pada formulasi cat tembok. Adapun selain HEC, masih banyak lagi turunan-turunan thickner berbahan dasar selulosa. HEC ditawarkan pada viskositas range yang cukup lebar, perbedaan ini dikarenakan adalah besarnya MW (Molecular Weight) building block dari polymer selulosa yang digunakan untuk pembuatannya. Semakin tinggi MW selulosa yang digunakan, maka akan dihasilkan HEC dengan thickening effect (daya mengentalkan) semakin tinggi juga. Pemakaian HEC dengan MW tinggi (viskositas tinggi) pada cat akan banyak menimbulkan efek inferior pada lapisan cat yang dihasilkan (antara lain blister, alkali resistance, dll). Oleh karena itu, pada cat jenis medium PVC dan low PVC, digunakan HEC dengan level kekentalan moderat agar mudah diaplikasikan dan mengurangi efek yang mengurangi performance lapisan cat yang dihasilkan. Rheology modifier dari HEC adalah yang paling banyak digunakan karena efek thickening yang diharapkan pada saat storage (no shear / low shear) dapat tercapai dengan penggunaan additif ini.
2. Associative Thickener dan Alkali Swellable
Ini adalah thickener tambahan yang umum digunakan pada cat tembok medium PVC dan low PVC (cat kualitas medium to high end). Fungsi thickener ini adalah memperkuat efek "associative" antar building block dari komponen cat tembok tersebut, dan umumnya jenis thickener ini akan "swell / mengembang" pada kondisi basa (ideal di pH 8-10). Hampir semua cara kerja thickener adalah dengan kemampuan bahan pembentuk additif ini untuk mengembang dan mengikat komponen yang ada di dalam cat tembok sehingga mampu mengontrol rheology (mengentalkan juga) cat yang dihasilkan. Beberapa thickener yang termasuk dalam golongan ini adalah :
- Acrylic based
- Polyurethane based
- Polyether Polyurethane based
- dll
Pemilihan thickener jenis ini akan sangat tergantung dengan efek yang diinginkan, baik saat penyimpanan maupun sewaktu aplikasi. Beberapa hal yang mempengaruhi pemilihan thickener ini adalah antara lain jenis latex, particle size latex, perlakuan shear yang digunakan / diharapkan terjadi, persentase penggunaan filler + pigment, kondisi umum yang diharapkan, dan faktor external lainnya. Adapun penggunaan thickener jenis associative ini diharapkan dapat memberikan peningkatan performance cat tembok, antara lain dalam hal ketahanan sag (leleh) yang baik, ke-rata-an (levelling) yang baik, scrub resistance yang meningkat, kemudahan aplikasi, warna yang rata dan tidak "pecah" pada saat storage, dll.
3. Clay dan Modified Clay
Ini adalah jenis rheology modifier yang mampu memberikan level associative yang sangat baik, sehingga cat yang dihasilkan memiliki "bonding" yang sangat kuat antara komponen pembentuknya sehingga setelah aplikasi akan dihasilkan cat yang memiliki scrub resistance sangat tinggi. Kekurangan dari rheology modifier ini adalah thickening efficiency-nya tergolong rendah, sehingga kurang populer digunakan dalam aplikasi cat tembok.
Seperti dibahas diatas bahwa additif rheology HEC memberikan thickening efficiency yang sangat tinggi pada kondisi low-shear (saat storage/penyimpanan), sedangkan additif rheology associative alkali swellable memberikan thickening efficiency yang dominan pada medium shear atau high shear, bahkan beberapa bisa memberikan efek newtonian. Berikut adalah kurva yang menunjukkan thickening efficiency dari rheology additif yang disebutkan.
Cellulose thickener memberikan viskositas tinggi pada kondisi low shear, tetapi pada kondisi medium shear maupun high shear, associative thickener memberikan efisiensi yang lebih baik sekaligus juga memberikan improvement pada properties cat seperti sag, levelling, scrub, dll.
Mempelajari rheology sangatlah "rumit" dan memerlukan pendalaman khusus agar mampu menguasai ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya.
Adapun sementara ini pembahasan kita tidak akan menyentuh terlalu detail, tapi optimalisasi penggunaan rheology additif dalam cat tembok ini dapat menciptakan formulasi dengan keunggulan spesifik seperti yang sering diiklankan dengan tagline marketing, yaitu antara lain :
- Bebas noda cipratan
- Mudah diaplikasi (easy brush - easy roll)
- dll
Adapun produsen rheology modifier additif umumnya sudah mengklasifikasi produk mereka berdasarkan efek yang diinginkan seperti misalnya bekerja pada shear rate tertentu (low, medium, high), jenis rheologynya sehingga menghasilkan efek tertentu, jenis viskositas yang dihasilkan (pseudoplastis, dilatant, newtonian), dll.
Untuk pembahasan additif thickener dalam cat tembok lebih berfungsi sebagai pengenalan saja, tidak membahas satu demi satu secara mendalam karena akan sangat panjang dan memerlukan pendalaman yang khusus.
Ini adalah thickener tambahan yang umum digunakan pada cat tembok medium PVC dan low PVC (cat kualitas medium to high end). Fungsi thickener ini adalah memperkuat efek "associative" antar building block dari komponen cat tembok tersebut, dan umumnya jenis thickener ini akan "swell / mengembang" pada kondisi basa (ideal di pH 8-10). Hampir semua cara kerja thickener adalah dengan kemampuan bahan pembentuk additif ini untuk mengembang dan mengikat komponen yang ada di dalam cat tembok sehingga mampu mengontrol rheology (mengentalkan juga) cat yang dihasilkan. Beberapa thickener yang termasuk dalam golongan ini adalah :
- Acrylic based
- Polyurethane based
- Polyether Polyurethane based
- dll
Pemilihan thickener jenis ini akan sangat tergantung dengan efek yang diinginkan, baik saat penyimpanan maupun sewaktu aplikasi. Beberapa hal yang mempengaruhi pemilihan thickener ini adalah antara lain jenis latex, particle size latex, perlakuan shear yang digunakan / diharapkan terjadi, persentase penggunaan filler + pigment, kondisi umum yang diharapkan, dan faktor external lainnya. Adapun penggunaan thickener jenis associative ini diharapkan dapat memberikan peningkatan performance cat tembok, antara lain dalam hal ketahanan sag (leleh) yang baik, ke-rata-an (levelling) yang baik, scrub resistance yang meningkat, kemudahan aplikasi, warna yang rata dan tidak "pecah" pada saat storage, dll.
3. Clay dan Modified Clay
Ini adalah jenis rheology modifier yang mampu memberikan level associative yang sangat baik, sehingga cat yang dihasilkan memiliki "bonding" yang sangat kuat antara komponen pembentuknya sehingga setelah aplikasi akan dihasilkan cat yang memiliki scrub resistance sangat tinggi. Kekurangan dari rheology modifier ini adalah thickening efficiency-nya tergolong rendah, sehingga kurang populer digunakan dalam aplikasi cat tembok.
Seperti dibahas diatas bahwa additif rheology HEC memberikan thickening efficiency yang sangat tinggi pada kondisi low-shear (saat storage/penyimpanan), sedangkan additif rheology associative alkali swellable memberikan thickening efficiency yang dominan pada medium shear atau high shear, bahkan beberapa bisa memberikan efek newtonian. Berikut adalah kurva yang menunjukkan thickening efficiency dari rheology additif yang disebutkan.
Cellulose thickener memberikan viskositas tinggi pada kondisi low shear, tetapi pada kondisi medium shear maupun high shear, associative thickener memberikan efisiensi yang lebih baik sekaligus juga memberikan improvement pada properties cat seperti sag, levelling, scrub, dll.
Mempelajari rheology sangatlah "rumit" dan memerlukan pendalaman khusus agar mampu menguasai ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya.
Adapun sementara ini pembahasan kita tidak akan menyentuh terlalu detail, tapi optimalisasi penggunaan rheology additif dalam cat tembok ini dapat menciptakan formulasi dengan keunggulan spesifik seperti yang sering diiklankan dengan tagline marketing, yaitu antara lain :
- Bebas noda cipratan
- Mudah diaplikasi (easy brush - easy roll)
- dll
Adapun produsen rheology modifier additif umumnya sudah mengklasifikasi produk mereka berdasarkan efek yang diinginkan seperti misalnya bekerja pada shear rate tertentu (low, medium, high), jenis rheologynya sehingga menghasilkan efek tertentu, jenis viskositas yang dihasilkan (pseudoplastis, dilatant, newtonian), dll.
Untuk pembahasan additif thickener dalam cat tembok lebih berfungsi sebagai pengenalan saja, tidak membahas satu demi satu secara mendalam karena akan sangat panjang dan memerlukan pendalaman yang khusus.
Anonim
mengatakan...
halo, aku mo tanya nich, berapa persen kira2 thickener hec
yg diperlukan untuk membuat katakanlah cat murah, apakah 0.2% cukup ? thinner
sekitar 30 % dan filler sekitar 60 %, apakah akan terjadinya efek syneresis
cukup besar ? berapa kira kira persentase rumus yg tidak membuat cat tidak
syneresis, thx.
@yantorahardjo mengatakan...
Sangat tergantung dari formulasi. Formulasi dengan banyak
filler Calcium Carbonate akan mengurangi penggunaan HEC (karena CaCO3 memiliki
oil absorption tinggi, sehingga dapat mengentalkan sistem) dibanding dengan
penggunaan Kaolin. Perlu diingat bahwa cat tembok termasuk dalam kategori
larutan NON-NEWTONIAN, sehingga pengukuran viskositasnya dengan menggunakan KU
Viscometer (tidak bisa dengan viscometer brookfield ataupun cup visometer).
Angka keramat viskositas cat tembok adalah 100 KU, penggunaan thickener bisa
disesuaikan untuk mencapai angka tersebut.
Hal yang mempengaruhi syneresis :
- Thickener yang tidak bagus
- Defoamer
- Penggunaan surfactant yang tidak sesuai
Sangat banyak faktor yang harus ditest dan dieleminasi jika problem syneresis terjadi, oleh karena itu produsen cat umumnya melakukan test kestabilan sebelum launching produk di market ataupun mengganti bahan baku. Tapi jujur saja banyak produsen yang nekat meluncurkan produk tanpa test, dan hanya tahu kalau produknya tidak stabil setelah diretur oleh toko :)
Hal yang mempengaruhi syneresis :
- Thickener yang tidak bagus
- Defoamer
- Penggunaan surfactant yang tidak sesuai
Sangat banyak faktor yang harus ditest dan dieleminasi jika problem syneresis terjadi, oleh karena itu produsen cat umumnya melakukan test kestabilan sebelum launching produk di market ataupun mengganti bahan baku. Tapi jujur saja banyak produsen yang nekat meluncurkan produk tanpa test, dan hanya tahu kalau produknya tidak stabil setelah diretur oleh toko :)
Bagian 4.4.3 - Bahan
Baku Pembuatan Cat Tembok - Co-Solvent & Coalescent
Additif penting pada cat jenis water-borne (termasuk cat
tembok) adalah penambahan solvent di dalam formulasi cat tersebut. Ada beberapa
fungsi solvent dalam formulasi cat tembok, yaitu antara lain :
1. Sebagai Co-Solvent untuk memperbaiki sifat cat
Co-solvent ini berfungsi untuk memperbaiki sifat open time dan improve workability. Yang dimaksud open time adalah waktu dimana setelah cat diaplikasikan (di-rol / di-kuas) tidak langsung kering secara serta merta, tetapi ada waktu sebelum lapisan cat mengering. Karena umumnya teknik aplikasi kuas / rol selalu menghasilkan lapisan yang tumpang tindih, maka fitur ini menjadi sangat penting. Jika cat setelah diaplikasi langsung kering, kemudian bagian yang sudah kering itu terkena rol aplikasi lagi, maka warna lapisan cat akan menjadi belang (tidak setara) karena ada lapisan yang terkena rol beberapa kali, ada yang cuman 1 kali. Selain itu co-solvent juga berfungsi untuk improve work-ability, dimana mempermudah aplikasi cat ini di permukaan substrate. Ada beberapa co-solvent yang umum terdapat di pasaran, dan produk yang paling umum dipakai karena ketersediaannya dan harganya yang murah adalah Ethylene Glycol (EG) dan Propylene Glycol (PG). Beberapa formulator cat tembok juga ada yang menggunakan Kerosene atau SMT (Solvent Minyak Tanah) ex Pertamina yang bisa berfungsi sebagai co-solvent, hanya bau minyak tanah-nya sangat terasa khas.
2. Sebagai Coalescent
Seperti diketahui, latex yang dipergunakan dalam cat tembok memiliki kekerasan yang berbeda-beda. Angka yang menunjukkan kekerasan ini direfleksikan dalam satuan Tg (Glass Transition Temperature), dimana semakin besar Tg maka latex semakin keras. Jika suhu rata-rata permukaan substrate/tembok saat diaplikasi jauh lebih rendah daripada Tg latex yang dipakai sebagai binder dalam cat tembok, maka sesaat setelah aplikasi maka lapisan cat akan terkelupas atau retak-retak serta tidak terbentuk sempurna. Dalam hal ini solvent tertentu dapat membantu cat emulsi tersebut bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan agar air (thinner cat tembok) menguap, sehingga pembentukan lapisan cat tidak terjadi serta-merta, tetapi secara terus menerus perlahan-lahan hingga tidak terjadi retak atau pengelupasan lapisan cat. Solvent ini harus tetap ada selama proses pembentukan lapisan cat sehingga terbentuk lapisan yang sempurna, oleh karena itu solvent ini harus memilik evaporation rate yang sangat lambat dan sudah pasti bahwa harus lebih lambat daripada air.
Solvent yang dimaksudkan untuk membantu pembentukan lapisan film ini disebut sebagai COALESCING AID atau singkatnya COALESCENT. Satuan suhu dimana film dapat mulai terbentuk secara aman tanpa kerusakan disebut sebagai MFFT (Minimum Film Forming Temperature) yang biasanya nilainya berbeda sedikit dari Tg latex yang digunakan, dan untuk menentukan MFFT digunakan test dengan alat tertentu, sehingga kombinasi dari latex yang digunakan vs Coalescent yang digunakan dapat dihitung secara optimum dosisnya. MFFT dari cat tembok tanpa coalescent harus ditentukan dulu melalui serangkaian test, kemudian setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu, MFFT-nya dihitung kembali. Umumnya formulator menghendaki setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu maka MFFT cat tembok yang ditest dapat diturunkan menjadi di kisaran 0 Celsius. Coalescent yang umum di pasaran adalah tipe Ester Alcohol yang memberikan keseimbangan antara efisiensi dan harga. Beberapa coalescent jenis lain memberikan efisiensi yang rendah maupun tinggi sekali, tetapi jika dihitung dengan harga satuan per dosis yang dipakai dalam formulasi, belum tentu menghasilkan efisiensi yang optimum. Salah satu jenis coalescent yang sangat efisien adalah PnB (Proplyene Glycol n-Butyl Ether), tetapi harganya jauh lebih tinggi dari Ester Alcohol, sehingga jika dikalkulasi dari sisi cost, maka Ester Alcohol akan memberikan tingkat optimum dibanding PnB.
Untuk cat tembok murah, umumnya digunakan latex dengan Tg rendah, bahkan jauh lebih rendah dari suhu ruang yang umum ada di Indonesia. Penggunaan latex dengan Tg rendah akan menimbulkan efek low coalescent demand, dimana dengan dosis sedikit saja maka MFFT akan bisa di-drop sampai mendekati 0 Celsius. Tetapi efek dari penggunaan latex Tg rendah ini adalah film yang dihasilkan kurang keras, kurang baik dari sisi toughness-nya, sehingga lebih mudah rusak. Apalagi melihat kenyataan bahwa cat yang menggunakan latex Tg rendah adalah cat tembok murah (High PVC) yang mengandung banyak filler, sehingga kombinasi semua jenis barang murah tersebut menghasilkan lapisan cat yang kurang baik performance-nya. Untuk cat tembok yang sangat High PVC, bahkan karena pemakaian latex dengan Tg sangat rendah (dibawah 10 Celsius), dimana MFFT-nya secara umum sudah dibawah suhu ruang rata-rata siang malam di Indonesia, maka tidak memakai coalescent dalam formulasi juga tidak menimbulkan efek retak atau terkelupas pada saat pembentukan film. Cat jenis ini biasanya memiliki kualitas sangat inferior, tapi karena dijual dengan harga sangat murah, maka cat tembok jenis ini adalah yang paling besar volume-nya di Indonesia. Tapi seperti kata pepatah, ada harga ada barang, maka cat tembok murah ini juga memiliki kualitas "apa-adanya". Penggunaan latex Tg tinggi pada cat tembok High PVC juga akan menghasilkan penambahan cost yang besar, karena kebutuhan coalescent bertambah tidak hanya karena kebutuhan untuk drop MFFT latex tersebut, tetapi penggunaan filler dan pigment yang banyak juga menyerap solvent dalam jumlah besar untuk membasahinya, jadi hampir tidak mungkin cat tembok murah menggunakan latex Tg tinggi karena faktor ongkos penggunaan coalescent tersebut.
1. Sebagai Co-Solvent untuk memperbaiki sifat cat
Co-solvent ini berfungsi untuk memperbaiki sifat open time dan improve workability. Yang dimaksud open time adalah waktu dimana setelah cat diaplikasikan (di-rol / di-kuas) tidak langsung kering secara serta merta, tetapi ada waktu sebelum lapisan cat mengering. Karena umumnya teknik aplikasi kuas / rol selalu menghasilkan lapisan yang tumpang tindih, maka fitur ini menjadi sangat penting. Jika cat setelah diaplikasi langsung kering, kemudian bagian yang sudah kering itu terkena rol aplikasi lagi, maka warna lapisan cat akan menjadi belang (tidak setara) karena ada lapisan yang terkena rol beberapa kali, ada yang cuman 1 kali. Selain itu co-solvent juga berfungsi untuk improve work-ability, dimana mempermudah aplikasi cat ini di permukaan substrate. Ada beberapa co-solvent yang umum terdapat di pasaran, dan produk yang paling umum dipakai karena ketersediaannya dan harganya yang murah adalah Ethylene Glycol (EG) dan Propylene Glycol (PG). Beberapa formulator cat tembok juga ada yang menggunakan Kerosene atau SMT (Solvent Minyak Tanah) ex Pertamina yang bisa berfungsi sebagai co-solvent, hanya bau minyak tanah-nya sangat terasa khas.
2. Sebagai Coalescent
Seperti diketahui, latex yang dipergunakan dalam cat tembok memiliki kekerasan yang berbeda-beda. Angka yang menunjukkan kekerasan ini direfleksikan dalam satuan Tg (Glass Transition Temperature), dimana semakin besar Tg maka latex semakin keras. Jika suhu rata-rata permukaan substrate/tembok saat diaplikasi jauh lebih rendah daripada Tg latex yang dipakai sebagai binder dalam cat tembok, maka sesaat setelah aplikasi maka lapisan cat akan terkelupas atau retak-retak serta tidak terbentuk sempurna. Dalam hal ini solvent tertentu dapat membantu cat emulsi tersebut bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan agar air (thinner cat tembok) menguap, sehingga pembentukan lapisan cat tidak terjadi serta-merta, tetapi secara terus menerus perlahan-lahan hingga tidak terjadi retak atau pengelupasan lapisan cat. Solvent ini harus tetap ada selama proses pembentukan lapisan cat sehingga terbentuk lapisan yang sempurna, oleh karena itu solvent ini harus memilik evaporation rate yang sangat lambat dan sudah pasti bahwa harus lebih lambat daripada air.
Solvent yang dimaksudkan untuk membantu pembentukan lapisan film ini disebut sebagai COALESCING AID atau singkatnya COALESCENT. Satuan suhu dimana film dapat mulai terbentuk secara aman tanpa kerusakan disebut sebagai MFFT (Minimum Film Forming Temperature) yang biasanya nilainya berbeda sedikit dari Tg latex yang digunakan, dan untuk menentukan MFFT digunakan test dengan alat tertentu, sehingga kombinasi dari latex yang digunakan vs Coalescent yang digunakan dapat dihitung secara optimum dosisnya. MFFT dari cat tembok tanpa coalescent harus ditentukan dulu melalui serangkaian test, kemudian setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu, MFFT-nya dihitung kembali. Umumnya formulator menghendaki setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu maka MFFT cat tembok yang ditest dapat diturunkan menjadi di kisaran 0 Celsius. Coalescent yang umum di pasaran adalah tipe Ester Alcohol yang memberikan keseimbangan antara efisiensi dan harga. Beberapa coalescent jenis lain memberikan efisiensi yang rendah maupun tinggi sekali, tetapi jika dihitung dengan harga satuan per dosis yang dipakai dalam formulasi, belum tentu menghasilkan efisiensi yang optimum. Salah satu jenis coalescent yang sangat efisien adalah PnB (Proplyene Glycol n-Butyl Ether), tetapi harganya jauh lebih tinggi dari Ester Alcohol, sehingga jika dikalkulasi dari sisi cost, maka Ester Alcohol akan memberikan tingkat optimum dibanding PnB.
Untuk cat tembok murah, umumnya digunakan latex dengan Tg rendah, bahkan jauh lebih rendah dari suhu ruang yang umum ada di Indonesia. Penggunaan latex dengan Tg rendah akan menimbulkan efek low coalescent demand, dimana dengan dosis sedikit saja maka MFFT akan bisa di-drop sampai mendekati 0 Celsius. Tetapi efek dari penggunaan latex Tg rendah ini adalah film yang dihasilkan kurang keras, kurang baik dari sisi toughness-nya, sehingga lebih mudah rusak. Apalagi melihat kenyataan bahwa cat yang menggunakan latex Tg rendah adalah cat tembok murah (High PVC) yang mengandung banyak filler, sehingga kombinasi semua jenis barang murah tersebut menghasilkan lapisan cat yang kurang baik performance-nya. Untuk cat tembok yang sangat High PVC, bahkan karena pemakaian latex dengan Tg sangat rendah (dibawah 10 Celsius), dimana MFFT-nya secara umum sudah dibawah suhu ruang rata-rata siang malam di Indonesia, maka tidak memakai coalescent dalam formulasi juga tidak menimbulkan efek retak atau terkelupas pada saat pembentukan film. Cat jenis ini biasanya memiliki kualitas sangat inferior, tapi karena dijual dengan harga sangat murah, maka cat tembok jenis ini adalah yang paling besar volume-nya di Indonesia. Tapi seperti kata pepatah, ada harga ada barang, maka cat tembok murah ini juga memiliki kualitas "apa-adanya". Penggunaan latex Tg tinggi pada cat tembok High PVC juga akan menghasilkan penambahan cost yang besar, karena kebutuhan coalescent bertambah tidak hanya karena kebutuhan untuk drop MFFT latex tersebut, tetapi penggunaan filler dan pigment yang banyak juga menyerap solvent dalam jumlah besar untuk membasahinya, jadi hampir tidak mungkin cat tembok murah menggunakan latex Tg tinggi karena faktor ongkos penggunaan coalescent tersebut.
Bagian 4.4.4 - Bahan
Baku Pembuatan Cat Tembok - Defoamer
Pembuatan cat tembok, transportasi, dan aplikasi selalu
membutuhkan ataupun mengalami shear (pergeseran), dan shear tersebut berpotensi
menghasilkan bubble karena adanya udara yang terperangkap di dalam komponen
bahan baku cat tembok tersebut. Filler dan pigment juga berasal dari bahan baku
yang berbentuk solid powder yang kemudian dibasahi dengan bahan baku liquid
pembentuk cat tembok, termasuk air, sehingga di dalam powder itu juga ada udara
yang terperangkap yang kemudian akan release sehingga menimbulkan bubble atau
foam. Hal ini tentunya tidak diinginkan, karena akan menimbulkan efek buruk
pada lapisan cat yang dihasilkan. Bayangkan jika lapisan cat tersebut saat
kering tiba-tiba terjadi bubble dan terbentuk di permukaan lapisan cat,
tentunya akan menjadikan lapisan cat rusak / tidak indah, sehingga adanya foam
ataupun bubble perlu dihindari. Untuk ini diperlukan defoamer, suatu bahan
additif yang bekerja berdasarkan prinsip "inkompatibilitas" sehingga
mampu mengeliminir bubble / foam yang terbentuk.
Penggunaan defoamer harus dioptimalisasikan, karena prinsip dasar formulasi cat adalah untuk melakukan optimalisasi dosis komponen-komponen bahan bakunya sehingga didapatkan lapisan cat yang mendekati sempurna. Adanya penggunaan additif yang berlebih terkadang bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru, oleh karena itu penggunaan additif juga harus dioptimalisasi sehingga didapatkan hasil yang terbaik dari formulasi cat tersebut. Analoginya adalah masakkan, dimana kalau "kurang bumbu" maka rasanya tidak enak, tetapi kalau kebanyakan bumbu, misalnya garam, maka rasanya menjadi keasinan dan tidak enak juga. Oleh karena itu dalam masakkan harus didapatkan kombinasi bumbu yang optimal, seperti halnya juga dalam formulasi cat tembok. Penggunaan bumbu yang berlebih juga tidak dianjurkan tentunya, karena bukannya menyelesaikan masalah, tetapi malah menimbulkan masalah baru.
Jenis defoamer yang terdapat di pasaran biasanya dibagi menjadi 2 macam, yang mengandung trace silicone maupun yang tidak. Bahan baku dasar untuk defoamer cat tembok umumnya adalah mineral oil, yang paling banyak dipakai adalah Parrafinic Oil. Penggunaan oil dalam defoamer ini berarti membutuhkan adanya emulsifier yang berupa surfactant agar mampu mempertahankan kondisi "minyak dalam air" yang diharapkan. Optimalisasi penggunaan surfactant dalam pembuatan defoamer sangat menentukan kestabilan defoamer yang terbentuk, sehingga pada formulasi yang optimal tidak ada kasus terpisahnya larutan minyak dengan air yang menjadi dasar dari defoamer tersebut.
Pada umumnya, pemakaian defoamer ini sangat krusial dalam formulasi cat tembok, karena selain mempengaruhi formulasi dan hasil yang diharapkan, defoamer ini jika tidak stabil juga mempengaruhi appearance dan dalam long term mempengaruhi adhesi juga. Kebanyakan produsen ternama mampu membuat defoamer dengan kombinasi surfactant yang optimal, sehingga defoamer yang dihasilkan menjadi ultra-stabil (tidak ada separasi). Sayangnya di lokal, meskipun ada produsen defoamer, umumnya kestabilan jangka panjangnya masih belum optimal.
Cara mengukur efektifitas defoamer adalah dengan menggunakan bejana density-meter, dimana pada larutan hasil formulasi kita sebelum ditambah defoamer dikocok dengan kuat pada rate tertentu, kemudian diukur densitynya, kemudian setelah ditambahkan defoamer juga diberi perlakuan yang sama. Density dari kedua percobaan ini dibandingkan untuk membandingkan efektifitas defoamer yang digunakan. Analoginya adalah, jika banyak busa setelah dikocok, tentunya density menjadi rendah (karena lebih ringan, busa adalah udara yang terperangkap dalam cairan), sedangkan jika tidak ada busa maka density lebih berat. Tanpa penggunaan defoamer tentunya busa yang dihasilkan dari formulasi cat tembok yang dikocok tersebut akan jauh lebih banyak, sehingga jika diukur density larutan setelah dikocok menjadi lebih ringan dibanding dengan yang sudah diberi defoamer nantinya.
Karena begitu besarnya pengaruh defoamer, baik dalam hal menghilangkan bubble / foam, tapi juga dalam kestabilan cat jangka panjang, maka sebaiknya pada formulasi cat tembok benar-benar menggunakan defoamer yang dikenal baik kualitasnya.
Penggunaan defoamer harus dioptimalisasikan, karena prinsip dasar formulasi cat adalah untuk melakukan optimalisasi dosis komponen-komponen bahan bakunya sehingga didapatkan lapisan cat yang mendekati sempurna. Adanya penggunaan additif yang berlebih terkadang bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru, oleh karena itu penggunaan additif juga harus dioptimalisasi sehingga didapatkan hasil yang terbaik dari formulasi cat tersebut. Analoginya adalah masakkan, dimana kalau "kurang bumbu" maka rasanya tidak enak, tetapi kalau kebanyakan bumbu, misalnya garam, maka rasanya menjadi keasinan dan tidak enak juga. Oleh karena itu dalam masakkan harus didapatkan kombinasi bumbu yang optimal, seperti halnya juga dalam formulasi cat tembok. Penggunaan bumbu yang berlebih juga tidak dianjurkan tentunya, karena bukannya menyelesaikan masalah, tetapi malah menimbulkan masalah baru.
Jenis defoamer yang terdapat di pasaran biasanya dibagi menjadi 2 macam, yang mengandung trace silicone maupun yang tidak. Bahan baku dasar untuk defoamer cat tembok umumnya adalah mineral oil, yang paling banyak dipakai adalah Parrafinic Oil. Penggunaan oil dalam defoamer ini berarti membutuhkan adanya emulsifier yang berupa surfactant agar mampu mempertahankan kondisi "minyak dalam air" yang diharapkan. Optimalisasi penggunaan surfactant dalam pembuatan defoamer sangat menentukan kestabilan defoamer yang terbentuk, sehingga pada formulasi yang optimal tidak ada kasus terpisahnya larutan minyak dengan air yang menjadi dasar dari defoamer tersebut.
Pada umumnya, pemakaian defoamer ini sangat krusial dalam formulasi cat tembok, karena selain mempengaruhi formulasi dan hasil yang diharapkan, defoamer ini jika tidak stabil juga mempengaruhi appearance dan dalam long term mempengaruhi adhesi juga. Kebanyakan produsen ternama mampu membuat defoamer dengan kombinasi surfactant yang optimal, sehingga defoamer yang dihasilkan menjadi ultra-stabil (tidak ada separasi). Sayangnya di lokal, meskipun ada produsen defoamer, umumnya kestabilan jangka panjangnya masih belum optimal.
Cara mengukur efektifitas defoamer adalah dengan menggunakan bejana density-meter, dimana pada larutan hasil formulasi kita sebelum ditambah defoamer dikocok dengan kuat pada rate tertentu, kemudian diukur densitynya, kemudian setelah ditambahkan defoamer juga diberi perlakuan yang sama. Density dari kedua percobaan ini dibandingkan untuk membandingkan efektifitas defoamer yang digunakan. Analoginya adalah, jika banyak busa setelah dikocok, tentunya density menjadi rendah (karena lebih ringan, busa adalah udara yang terperangkap dalam cairan), sedangkan jika tidak ada busa maka density lebih berat. Tanpa penggunaan defoamer tentunya busa yang dihasilkan dari formulasi cat tembok yang dikocok tersebut akan jauh lebih banyak, sehingga jika diukur density larutan setelah dikocok menjadi lebih ringan dibanding dengan yang sudah diberi defoamer nantinya.
Karena begitu besarnya pengaruh defoamer, baik dalam hal menghilangkan bubble / foam, tapi juga dalam kestabilan cat jangka panjang, maka sebaiknya pada formulasi cat tembok benar-benar menggunakan defoamer yang dikenal baik kualitasnya.
Bagian 4.4.5 - Bahan
Baku Pembuatan Cat Tembok - pH buffer
Substrate yang akan diaplikasikan cat tembok adalah beton /
tembok yang dihasilkan dari lapisan semen / mortar. Seperti diketahui, sifat
dasar semen adalah Alkali (basa), dengan pH diatas 7 (netral). Oleh karena itu,
cat tembok yang akan diaplikasikan menempel pada lapisan semen tentunya harus
memiliki sifat dasar alkali juga, karena jika tidak bersifat basa (tetapi
bersifat asam) maka saat diaplikasikan bisa terjadi reaksi yang tidak
diinginkan. Jika asam bertemu basa, pada prinsipnya akan terjadi reaksi
asam-basa, sehingga akan mempengaruhi kualitas lapisan cat yang menempel dan juga
mempengaruhi hal lain seperti terjaidnya discoloration, rusaknya polimer, dll
sebagai tanda terjadinya reaksi kimiawi antar asam dan basa tersebut. Oleh
karena itu hampir semua formulasi cat tembok dioptimalisasi dalam keadaan
alkali, yaitu pada level pH antara 8-10. Selain itu kondisi basa ini adalah
kondisi optimal dimana beberapa jenis additif akan berfungsi dan menjalankan
fungsinya dalam formulasi cat tembok. Additif yang membutuhkan kondisi alkali
ini adalah thickener, dimana hampir semuanya membutuhkan kondisi alkali
sehingga dapat mengembang dan berfungsi dengan baik dalam formulasi cat tembok
(Alkali Swellable). Oleh karena itu, dalam penggunaan cat tembok selalu
digunakan pH buffer untuk membantu mengkondisikan formulasi pada rentang pH
alkali yang diinginkan, yaitu di level pH 8-10.
Jenis pH buffer paling umum dan paling banyak digunakan adalah larutan Amoniak (NH3 + H20 --> NH4OH). Larutan ini ditambahkan sedikit pada saat mulai awal formulasi sehingga didapatkan level pH yang diinginkan. Selain larutan Amoniak, pada formulasi cat tembok high end biasa juga digunakan larutan Amino Methyl Propanol (AMP), yang berfungsi sebagai pH buffer sekaligus juga memberikan efek wetting pada pigment, sehingga dapat mengurangi kebutuhan dispersing agent, sehingga pada akhirnya mengurangi timbulnya bubble / foam.
Jenis pH buffer paling umum dan paling banyak digunakan adalah larutan Amoniak (NH3 + H20 --> NH4OH). Larutan ini ditambahkan sedikit pada saat mulai awal formulasi sehingga didapatkan level pH yang diinginkan. Selain larutan Amoniak, pada formulasi cat tembok high end biasa juga digunakan larutan Amino Methyl Propanol (AMP), yang berfungsi sebagai pH buffer sekaligus juga memberikan efek wetting pada pigment, sehingga dapat mengurangi kebutuhan dispersing agent, sehingga pada akhirnya mengurangi timbulnya bubble / foam.
Bagian 4.4.6 - Bahan
Baku Pembuatan Cat Tembok - Wetting Agent
Cat tembok water based disebut juga sebagai cat emulsi,
dimana terdapat emulsi antara minyak dan air di dalam formulasinya. Dalam pembentukan
emulsi pada masing-masing komponen pembentuknya sudah terdapat adanya
emulsifier berupa surfactant pada bahan baku cat tembok, antara lain ada pada
binder, defoamer, etc. Tetapi karena adanya penambahan bahan-bahan baku lain,
terkadang efek emulsifikasi diantara komponen pembentuk cat tembok itu tidak
cukup, karena terbatasnya surfactant yang digunakan pada komponen pembentuk cat
tembok tersebut, sehingga diperlukan adanya surfactant tambahan yang berfungsi
sebagai wetting, sehingga cat tembok tersebut memiliki kemampuan membasahi yang
cukup, baik antara komponen pembentuknya maupun terhadap substrate dimana cat
tersebut akan diaplikasikan. Pada umumnya orang menamakan bahan ini sebagai
wetting agent, yang menunjukkan fungsinya untuk membasahi permukaan substrate
sehingga cat tembok bisa diaplikasikan dengan baik dan mudah, tetapi sebenarnya
yang dimaksud dengan wetting agent ini pada umumnya tidak lain adalah
surfactant (Surface Tension Agent) juga, yang befungsi sebagai emulsifier.
Dengan penggunaan emulsifier yang optimal sehingga mampu memberikan efek
emulsifikasi yang cukup dalam cat tembok, maka efek wetting terhadap substrate
juga akan terciptakan, dan cat dapat diaplikasikan dengan mudah oleh karenanya.
Wetting agent yang paling umum adalah dari golongan Nonyl Phenol Ethoxylate (NPE atau singkatnya NP), dimana NP 8 sampai dengan NP 13 biasanya umum digunakan. NP adalah surfactant yang nonionic yang memiliki efek wetting sangat baik dan berharga relatif paling murah diantara semua jenis surfactant lainnya. Kekurangan dari NP adalah karena dengan kesadaran akan green product, produk berbasis ethoxylate menjadi tidak preferable karena dapat mencemari/merusak lingkungan. Sebagai alternatif digunakan beberapa jenis surfactant jenis lain yang lebih ramah lingkungan, antara lain sulphosuccinate, dll.
Beberapa produsen additif wetting agent biasanya telah mengoptimalisasi jenis surfactant yang digunakan khusus untuk cat tembok, dan mereka melabelinya dengan merk tertentu tanpa menuliskan bahan baku kimia pembentuknya. Dalam hal ini mereka hanya memberikan merk dan fungsi, dosis dan optimalisasi, serta menyebutkan apakah produkny APE / APEO free atau tidak, sehingga bisa dikategorikan sebagai green product atau tidak.
Wetting agent yang paling umum adalah dari golongan Nonyl Phenol Ethoxylate (NPE atau singkatnya NP), dimana NP 8 sampai dengan NP 13 biasanya umum digunakan. NP adalah surfactant yang nonionic yang memiliki efek wetting sangat baik dan berharga relatif paling murah diantara semua jenis surfactant lainnya. Kekurangan dari NP adalah karena dengan kesadaran akan green product, produk berbasis ethoxylate menjadi tidak preferable karena dapat mencemari/merusak lingkungan. Sebagai alternatif digunakan beberapa jenis surfactant jenis lain yang lebih ramah lingkungan, antara lain sulphosuccinate, dll.
Beberapa produsen additif wetting agent biasanya telah mengoptimalisasi jenis surfactant yang digunakan khusus untuk cat tembok, dan mereka melabelinya dengan merk tertentu tanpa menuliskan bahan baku kimia pembentuknya. Dalam hal ini mereka hanya memberikan merk dan fungsi, dosis dan optimalisasi, serta menyebutkan apakah produkny APE / APEO free atau tidak, sehingga bisa dikategorikan sebagai green product atau tidak.
Bagian 4.4.7 - Bahan
Baku Pembuatan Cat Tembok - Biocides
Biocides adalah material yang digunakan sebagai pertahanan
cat tembok terhadap serangan mikro-organisma. Adapun ada 2 jenis
mikro-organisma yang umum yang diketahui dapat merusak cat tembok, yaitu JAMUR
dan LUMUT (Fungi & Algae). Mikro-organisma yang lain, yaitu bakteri,
diketahui bisa merusak, tetapi occurences-nya jarang, sehingga manufaktur cat
tembok akan lebih fokus pada Jamur dan Lumut saja.
Pertahanan terhadap Jamur dan Lumut ini dibagi menjadi 2 macam dalam formulasi cat tembok, yaitu :
1. IN CAN PRESERVATIVE
yaitu mencegah kerusakan cat tembok pada saat storage / penyimpanan. Disini digunakan in-can preservatives yang dapat mencegah kerusakan cat water based, sehingga tidak menjadi busuk dan berubah warna. Jenis yang paling umum digunakan adalah tipe CMIT/MIT 1.5% yang diproduksi dalam jumlah besar oleh banyak pabrikan baik di dalam maupun dari luar negri. Untuk tipe yang lebih advance bisa menggunakan BIT yang diketahui lebih aman dibanding CMIT/MIT chemistry. Selain lebih aman, BIT juga memiliki keunggulan rentang pH operasi yang luas dan juga tahan terhadap pemanasan. CMIT/MIT hanya bekerja di rentang pH basa, sehingga efektifitasnya bisa berubah pada saat yang berbeda. Selain itu CMIT/MIT memiliki 15ppm Skin Sensitizer ruling, yang artinya jika penggunaannya lebih dari 15 ppm dalam formulasi, maka harus dilabel skin-sensitizer (bisa menyebabkan kulit sensitif).
Beberapa produsen yang tidak bertanggung jawab menggunakan Formaldehyde maupun Merkuri sebagai preservative cat tembok mereka, dan hal ini pada dasarnya adalah dilarang keras, karena baik Formaldehyde dan Mercury telah dikenal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia (Carcinogen dan bisa merusak genetis). Tetapi banyak pabrikan cat tembok yang keras kepala dan menggunakan jenis pengawet ini, sehingga tanggung jawab moral penggunalah yang harus lebih memperhatikan hal-hal seperti ini, juga dari sisi Deperindag jika bisa mengatur hal ini untuk mencegah bahaya dalam masyarakat.
In-Can preservatives biasanya digunakan dalam dosis rendah, sekitar 0.05-0.20 % dari total formulasi.
Perlu diingat bahwa in-can preservatives adalah bahan yang digunakan untuk "mencegah" sebelum terjadinya kerusakan cat tembok, bukan untuk "mengobati" cat tembok yang telah rusak (jadi istilahnya adalah seperti suplemen/vitamin, yang berguna mencegah agar kita tidak sakit).
2. DRY FILM PROTECTION
Setelah cat tembok diaplikasi, kemudian kering, beberapa saat kemudian (minggu, bulan, tahun) tiba-tiba datang pengganggu yang tidak diinginkan, yaitu Jamur (tidak kentara) maupun Lumut (kentara sekali). Hal ini disebabkan karena kandungan bahan baku cat tembok yang waterbased merupakan media tumbuh mikro-organisma yang baik. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya jamur atau lumut pada lapisan cat tembok yang diaplikasi, diperlukan biocides khusus yang berfungsi untuk mencegah jamur/lumut menyerang dan merusak cat tersebut.
Chemistry yang biasa digunakan sebagai dry film protection biocides adalah antara lain DIURON, CARBENDAZIM, ZPT, dll. Dari chemistry itu, semua mengklaim adalah yang terbaik. Sebenarnya semua biocides adalah efektif, jika tidak efektif tentunya produsen tidak akan launch produknya. Hanya kadang chemistry tertentu itu efektif sekali pada strain tertentu, chemistry tertentu lainnya ke strain lainnya. Jarang sekali ada biocides yang memiliki "wide-range of strain effectiveness", selalu saja ada yang kurang sedikit-sedikit. Untuk negara yang lembab seperti Indonesia, jamur dan lumut sangat mudah dijumpai, sehingga pemilihan biocides untuk cat tembok dengan tujuan dry film protection adalah sangat penting, baik untuk cat exterior maupun interior (banyak bagian rumah yang lembab juga, seperti kamar mandi, tembok yang bersinggungan dengan air, rembesan air, etc).
Di dunia, biocides sangat diregulated sekali berdasarkan dengan EU BPD (European Union Biocides Product Directives), yang menentukan chemistry-chemistry biocides apa yang boleh digunakan ataupun yang tidak boleh digunakan. Sebagai contoh di Indonesia, sepengetahuan penulis hanya 1 produsen cat tembok (asing / multinasional) yang benar-benar mematuhi aturan EU BPD ini, bahkan untuk barang yang listing di EU BPD beberapa tahun lagi baru dilarang penggunaannya pun sudah mereka tinggalkan, dan mereka sekarang menggunakan biocides yang bisa lebih "ramah lingkungan" menurut versi EU BPD.
Konsep lain dari penggunaan Dry Film Protection adalah yang bisa mencegah bakteri tumbuh diatas lapisan cat tembok dengan biocides tertentu. Ini mengarah ke cat anti bakteri yang pada akhirnya digunakan sebagai marketing gimmick untuk HYGIENIC COATINGS yang ditujukan untuk aplikasi kamar tidur anak-anak dan orang tua, rumah sakit, klinik, tempat praktek dokter, tempat perawatan, dll.
Untuk dry film protection, selain harganya lebih mahal dari in-can preservatives, penggunannya juga cukup banyak, umumnya di level antara 0.50-2.00 % dari total formulasi cat tembok.
Pertahanan terhadap Jamur dan Lumut ini dibagi menjadi 2 macam dalam formulasi cat tembok, yaitu :
1. IN CAN PRESERVATIVE
yaitu mencegah kerusakan cat tembok pada saat storage / penyimpanan. Disini digunakan in-can preservatives yang dapat mencegah kerusakan cat water based, sehingga tidak menjadi busuk dan berubah warna. Jenis yang paling umum digunakan adalah tipe CMIT/MIT 1.5% yang diproduksi dalam jumlah besar oleh banyak pabrikan baik di dalam maupun dari luar negri. Untuk tipe yang lebih advance bisa menggunakan BIT yang diketahui lebih aman dibanding CMIT/MIT chemistry. Selain lebih aman, BIT juga memiliki keunggulan rentang pH operasi yang luas dan juga tahan terhadap pemanasan. CMIT/MIT hanya bekerja di rentang pH basa, sehingga efektifitasnya bisa berubah pada saat yang berbeda. Selain itu CMIT/MIT memiliki 15ppm Skin Sensitizer ruling, yang artinya jika penggunaannya lebih dari 15 ppm dalam formulasi, maka harus dilabel skin-sensitizer (bisa menyebabkan kulit sensitif).
Beberapa produsen yang tidak bertanggung jawab menggunakan Formaldehyde maupun Merkuri sebagai preservative cat tembok mereka, dan hal ini pada dasarnya adalah dilarang keras, karena baik Formaldehyde dan Mercury telah dikenal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia (Carcinogen dan bisa merusak genetis). Tetapi banyak pabrikan cat tembok yang keras kepala dan menggunakan jenis pengawet ini, sehingga tanggung jawab moral penggunalah yang harus lebih memperhatikan hal-hal seperti ini, juga dari sisi Deperindag jika bisa mengatur hal ini untuk mencegah bahaya dalam masyarakat.
In-Can preservatives biasanya digunakan dalam dosis rendah, sekitar 0.05-0.20 % dari total formulasi.
Perlu diingat bahwa in-can preservatives adalah bahan yang digunakan untuk "mencegah" sebelum terjadinya kerusakan cat tembok, bukan untuk "mengobati" cat tembok yang telah rusak (jadi istilahnya adalah seperti suplemen/vitamin, yang berguna mencegah agar kita tidak sakit).
2. DRY FILM PROTECTION
Setelah cat tembok diaplikasi, kemudian kering, beberapa saat kemudian (minggu, bulan, tahun) tiba-tiba datang pengganggu yang tidak diinginkan, yaitu Jamur (tidak kentara) maupun Lumut (kentara sekali). Hal ini disebabkan karena kandungan bahan baku cat tembok yang waterbased merupakan media tumbuh mikro-organisma yang baik. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya jamur atau lumut pada lapisan cat tembok yang diaplikasi, diperlukan biocides khusus yang berfungsi untuk mencegah jamur/lumut menyerang dan merusak cat tersebut.
Chemistry yang biasa digunakan sebagai dry film protection biocides adalah antara lain DIURON, CARBENDAZIM, ZPT, dll. Dari chemistry itu, semua mengklaim adalah yang terbaik. Sebenarnya semua biocides adalah efektif, jika tidak efektif tentunya produsen tidak akan launch produknya. Hanya kadang chemistry tertentu itu efektif sekali pada strain tertentu, chemistry tertentu lainnya ke strain lainnya. Jarang sekali ada biocides yang memiliki "wide-range of strain effectiveness", selalu saja ada yang kurang sedikit-sedikit. Untuk negara yang lembab seperti Indonesia, jamur dan lumut sangat mudah dijumpai, sehingga pemilihan biocides untuk cat tembok dengan tujuan dry film protection adalah sangat penting, baik untuk cat exterior maupun interior (banyak bagian rumah yang lembab juga, seperti kamar mandi, tembok yang bersinggungan dengan air, rembesan air, etc).
Di dunia, biocides sangat diregulated sekali berdasarkan dengan EU BPD (European Union Biocides Product Directives), yang menentukan chemistry-chemistry biocides apa yang boleh digunakan ataupun yang tidak boleh digunakan. Sebagai contoh di Indonesia, sepengetahuan penulis hanya 1 produsen cat tembok (asing / multinasional) yang benar-benar mematuhi aturan EU BPD ini, bahkan untuk barang yang listing di EU BPD beberapa tahun lagi baru dilarang penggunaannya pun sudah mereka tinggalkan, dan mereka sekarang menggunakan biocides yang bisa lebih "ramah lingkungan" menurut versi EU BPD.
Konsep lain dari penggunaan Dry Film Protection adalah yang bisa mencegah bakteri tumbuh diatas lapisan cat tembok dengan biocides tertentu. Ini mengarah ke cat anti bakteri yang pada akhirnya digunakan sebagai marketing gimmick untuk HYGIENIC COATINGS yang ditujukan untuk aplikasi kamar tidur anak-anak dan orang tua, rumah sakit, klinik, tempat praktek dokter, tempat perawatan, dll.
Untuk dry film protection, selain harganya lebih mahal dari in-can preservatives, penggunannya juga cukup banyak, umumnya di level antara 0.50-2.00 % dari total formulasi cat tembok.
Bagian 5 - Marketing Gimmick
Setelah membahas cukup panjang tentang bahan baku dan juga
pengetesan cat tembok, sekarang kita membahas "marketing gimmick"
yang dilakukan oleh produsen cat tembok sebagai refreshing dan kiat-kiat apa
yang digunakan produsen untuk mendukung klaim marketing tersebut.
1. ANTI JAMUR & LUMUT
Menggunakan biocides yang sesuai dengan klaim diatas, terutama Dry Film Protection biocides.
2. ANTI BAKTERI
Menggunakan biocides yang sesuai dengan klaim diatas. Ada 2 perusahaan multinational di Indonesia menggunakan chemistry ZPT untuk mendukung klaim anti bakteri ini.
3. MUDAH DIKUAS / DIAPLIKASI
Selain menggunakan rheology / thickener tipe HEC, juga menambahkan PU Thickner ataupun Acrylic Associative Thickener.
4. TIDAK MENCIPRAT
Penambahan Thickener yang memiliki KU Viscosity buildup bagus akan memberikan rheology yang diinginkan pada saat low shear, sehingga terbentuk rheology yang cukup di "state" tersebut, sehingga menghindarkan terjadinya cipratan.
1. ANTI JAMUR & LUMUT
Menggunakan biocides yang sesuai dengan klaim diatas, terutama Dry Film Protection biocides.
2. ANTI BAKTERI
Menggunakan biocides yang sesuai dengan klaim diatas. Ada 2 perusahaan multinational di Indonesia menggunakan chemistry ZPT untuk mendukung klaim anti bakteri ini.
3. MUDAH DIKUAS / DIAPLIKASI
Selain menggunakan rheology / thickener tipe HEC, juga menambahkan PU Thickner ataupun Acrylic Associative Thickener.
4. TIDAK MENCIPRAT
Penambahan Thickener yang memiliki KU Viscosity buildup bagus akan memberikan rheology yang diinginkan pada saat low shear, sehingga terbentuk rheology yang cukup di "state" tersebut, sehingga menghindarkan terjadinya cipratan.
5. DAYA TUTUP BAIK / OPTIMAL / MAKSIMAL / etc
Penggunaan yang seimbang untuk filler-fillernya (termasuk pigment). Cat dengan daya tutup baik biasa mengkombinasikan pemakaian Kaolin dengan Titanium Dioxide yang cukup jumlahnya.
6. LIGHT SPACE / COLOR SPACE / etc
Penggunaan filler khusus yang diklaim memiliki kemampuan diatas.
7. HEAT RESISTANCE PIGMENT
Penggunaan pigment khusus yang heat resistive.
8. Cat Tembok 2 in 1 (Interior dan Exterior)
Penggunaan binder latek Styrene Acrylic maupun VEOVA (yang umum).
9. Ribuan / Jutaan Warna
Hanya untuk yang POS (Point of Sale) machine, dimana base color diaduk untuk mendapatkan warna yang diinginkan konsumen. Umumnya mahal harganya (baik alatnya maupun cat yang dihasilkannya), dan juga tidak mendatangkan keuntungan untuk produsen cat-nya sendiri secara umum (Ongkos operasinya umumnya lebih mahal dari pendapatannya).
10. Mudah dibersihkan
Cat tembok medium PVC sampai low PVC biasanya jauh lebih mudah dibersihkan dibanding high PVC. Hal ini karena penggunaan filler yang lebih sedikit. Cara lain (tapi tidak umum) adalah penggunaan jenis binder / latex tertentu yang hybrid sehingga bisa memberikan permukaan cat yang mudah dibersihkan (ada yang klaim anti grafitti, dimana aksi vandalisme dengan cat aerosol solvent based yang melekat di permukaan cat masih bisa dibersihkan dengan metode tertentu seperti water jet wash).
11. APEO Free
Tidak menggunakan surfactant ataupun bahan baku yang mengandung surfactant dengan basis Alkyl Phenol Ethoxylate yang sudah banyak dilarang penggunaannya di negara maju (di Indonesia belum dilarang)
12. Green Produt / Low VOC (Volatile Organic Compound) / Environmental Friendly
Selain APEO Free, juga mercury free (lihat biocides), heavy metal free, dan juga low coalescent & open time additives demand. Artinya penggunaan coalescent bisa ditekan, dan juga additives open time menggunakan tipe lain yang juga dikategorikan Low VOC atau Non VOC.
13. Dan Lain Lain
Jika ada gimmick lain coba ditanyakan, nanti kita akan coba analisa
Penggunaan yang seimbang untuk filler-fillernya (termasuk pigment). Cat dengan daya tutup baik biasa mengkombinasikan pemakaian Kaolin dengan Titanium Dioxide yang cukup jumlahnya.
6. LIGHT SPACE / COLOR SPACE / etc
Penggunaan filler khusus yang diklaim memiliki kemampuan diatas.
7. HEAT RESISTANCE PIGMENT
Penggunaan pigment khusus yang heat resistive.
8. Cat Tembok 2 in 1 (Interior dan Exterior)
Penggunaan binder latek Styrene Acrylic maupun VEOVA (yang umum).
9. Ribuan / Jutaan Warna
Hanya untuk yang POS (Point of Sale) machine, dimana base color diaduk untuk mendapatkan warna yang diinginkan konsumen. Umumnya mahal harganya (baik alatnya maupun cat yang dihasilkannya), dan juga tidak mendatangkan keuntungan untuk produsen cat-nya sendiri secara umum (Ongkos operasinya umumnya lebih mahal dari pendapatannya).
10. Mudah dibersihkan
Cat tembok medium PVC sampai low PVC biasanya jauh lebih mudah dibersihkan dibanding high PVC. Hal ini karena penggunaan filler yang lebih sedikit. Cara lain (tapi tidak umum) adalah penggunaan jenis binder / latex tertentu yang hybrid sehingga bisa memberikan permukaan cat yang mudah dibersihkan (ada yang klaim anti grafitti, dimana aksi vandalisme dengan cat aerosol solvent based yang melekat di permukaan cat masih bisa dibersihkan dengan metode tertentu seperti water jet wash).
11. APEO Free
Tidak menggunakan surfactant ataupun bahan baku yang mengandung surfactant dengan basis Alkyl Phenol Ethoxylate yang sudah banyak dilarang penggunaannya di negara maju (di Indonesia belum dilarang)
12. Green Produt / Low VOC (Volatile Organic Compound) / Environmental Friendly
Selain APEO Free, juga mercury free (lihat biocides), heavy metal free, dan juga low coalescent & open time additives demand. Artinya penggunaan coalescent bisa ditekan, dan juga additives open time menggunakan tipe lain yang juga dikategorikan Low VOC atau Non VOC.
13. Dan Lain Lain
Jika ada gimmick lain coba ditanyakan, nanti kita akan coba analisa
Bagian 6 - Tahapan Produksi
Cat Tembok
A. Metode Direct
Tahap 1 : MILL BASE
Pigment
Dispersing
Wetting
Thickener
pH Buffer
Filler
Defoamer
Thinner
Tahap 2 : LET DOWN
Larutan Mill Base
Latex
Coalescent
Open Time
Biocides
B. Metoda Pasta 1
Tahap 1 : Pembuatan Pasta Warna
Pigment (bisa single bisa mixed color)
Dispersing
Wetting
Tahap 2 : Mill Base
Larutan Pasta Warma
Filler
pH Buffer
Thickener
Defoamer
Thinner
Tahap 3 : Let Down
Larutan Mill Base
Latex
Coalescent
Open Time
Biocides
C. Metoda Pasta 2 (Tinting System)
Tahap 1 : Pembuatan Pasta Warna
Pigment
Dispersing
Wetting
Pembuatan pasta warna bisa mengacu pada bermacam-macam warna dasar, sehingga diperoleh bermacam jenis larutan pasta warna
Tahap 2 : Larutan Let Down (bisa pigmentless bisa putih, untuk cat tembok umumnya putih)
Filler
pH Buffer
Thickener
Defoamer
Thinner
Latex
Coalescent
Open Time
Biocides
Tahap 3 : Pencampuran
Larutan Let Down
Larutan Pasta (bisa single color bisa mixed beberapa pasta)
Pada umumnya, produsen cat yang menengah kecil akan menggunakan cara pertama. Cara manapun adalah baik, cuman untuk cara pertama kelemahannya adalah menyimpan stock cat warna-warni terlalu banyak (jika kita klaim ada 200 warna dalam color card kita, maka kita harus bikin 200 jenis stock cat).
Penggunaan cara kedua juga hanya cara antara saja, tetap menyimpan stock dalam jumlah besar.
Penggunaan cara ketiga adalah cara yang paling efektif dan efisien, walaupun bukannya tanpa kendala. Beberapa kendala dalam cara ini adalah untuk pengendalian rheologynya, karena larutan pasta yang dicampurkan akan berjumlah cukup besar sehingga timbul kemungkinan turunnya viskositas secara cukup drastis. Mesin POS (Point of Sale) pencampur warna yang banyak terdapat di toko cat itu menggunakan prinsip ini. Jika penggunannya pada skala produksi, maka disebut sebagai IN-PLANT TINTING SYSTEM.
Tahap 1 : MILL BASE
Pigment
Dispersing
Wetting
Thickener
pH Buffer
Filler
Defoamer
Thinner
Tahap 2 : LET DOWN
Larutan Mill Base
Latex
Coalescent
Open Time
Biocides
B. Metoda Pasta 1
Tahap 1 : Pembuatan Pasta Warna
Pigment (bisa single bisa mixed color)
Dispersing
Wetting
Tahap 2 : Mill Base
Larutan Pasta Warma
Filler
pH Buffer
Thickener
Defoamer
Thinner
Tahap 3 : Let Down
Larutan Mill Base
Latex
Coalescent
Open Time
Biocides
C. Metoda Pasta 2 (Tinting System)
Tahap 1 : Pembuatan Pasta Warna
Pigment
Dispersing
Wetting
Pembuatan pasta warna bisa mengacu pada bermacam-macam warna dasar, sehingga diperoleh bermacam jenis larutan pasta warna
Tahap 2 : Larutan Let Down (bisa pigmentless bisa putih, untuk cat tembok umumnya putih)
Filler
pH Buffer
Thickener
Defoamer
Thinner
Latex
Coalescent
Open Time
Biocides
Tahap 3 : Pencampuran
Larutan Let Down
Larutan Pasta (bisa single color bisa mixed beberapa pasta)
Pada umumnya, produsen cat yang menengah kecil akan menggunakan cara pertama. Cara manapun adalah baik, cuman untuk cara pertama kelemahannya adalah menyimpan stock cat warna-warni terlalu banyak (jika kita klaim ada 200 warna dalam color card kita, maka kita harus bikin 200 jenis stock cat).
Penggunaan cara kedua juga hanya cara antara saja, tetap menyimpan stock dalam jumlah besar.
Penggunaan cara ketiga adalah cara yang paling efektif dan efisien, walaupun bukannya tanpa kendala. Beberapa kendala dalam cara ini adalah untuk pengendalian rheologynya, karena larutan pasta yang dicampurkan akan berjumlah cukup besar sehingga timbul kemungkinan turunnya viskositas secara cukup drastis. Mesin POS (Point of Sale) pencampur warna yang banyak terdapat di toko cat itu menggunakan prinsip ini. Jika penggunannya pada skala produksi, maka disebut sebagai IN-PLANT TINTING SYSTEM.
Bagian 7 - Alat-alat Untuk
Pengetasan Cat Tembok
Beberapa alat laboratorium digunakan untuk pengetesan
kualitas cat tembok, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Penentuan Viskositas
Karena cat tembok memiliki sifat Non-Newtonian (tidak mengalir), maka dibutuhkan alat pengukur viskositas yang disebut dengan STORMER Viscometer. Satuan viskositas cat tembok ditentukan dengan satuan KREBS UNIT atau disingkat KU. Alat ini berfungsi untuk menentukan Viskositas KU, yaitu viskositas cat tembok di saat kondisi low shear / no shear. Viskositas KU tidaklah berbanding lurus dengan viskositas Newtonian fluid, sehingga tidak bisa ditemukan korelasinya secara akurat.
2. Penentuan MFFT
Seperti dibahas sebelumnya tentang coalescent / coalescing aid, untuk cat tembok yang baik maka perlu ditentukan MFFT dari cat yang dihasilkan. Biasanya ukuran Tg dari latex yang digunakan dapat dijadikan indikasi, dan dosis coalescent yang optimal adalah dosis dimana pada suhu 0 (nol) Celsius, formulasi cat masih bisa kering. Ini adalah sebagai garansi bahwa cat tembok yang kita hasilkan dapat kering dalam kondisi normal pada rentang suhu 0 derajat Celsius keatas. Alat MFFT Tester berupa plat dengan temperature zone berbeda-beda. Setelah cat diaplikasikan diatas alat ini, maka kemudian cat bisa diamati kemampuan keringnya di berbagai bidang suhu diatas permukaan plat.
3. Penentuan Sag dan Levelling
Menggunakan alat Proofer untuk Sag dan Levelling. Cat diaplikasikan pada bidang datar standard (misal Leneta paper), kemudian ditaruh vertikal dan diamati kemampuan menahan gravity sag dan juga diamati levelling yang terlihat setelah aplikasi cat tersebut.
4. Penentuan Durability Film
Menggunakan Washability Scrub Tester (disebut juga Wet Scrub Abraser). Setelah cat diaplikasikan pada substrate plastik khusus (Leneta substrate) dan membentuk film, kemudian substrate ini diletakkan diatas alat ini, dan dialirkan air secara kontinu (atau chemicals lainnya, tergantung standard pengetesan yang dipakai) sambil disikat dengan sikat tertentu pada tekanan tertentu. Seberapa banyak gerakan sikat (cycle) yang dapat ditahan oleh cat diatas Leneta substrate itu menentukan kualitas / durability cat yang kita hasilkan.
5. Penentuan Rheology
Ini adalah test yang sangat kompleks mengingat alat ini sangat mahal dan tidak banyak pabrikan cat tembok yang benar-benar menguji untuk menentukan rheology profile yang tepat pada produk-produk yang mereka hasilkan. Adapun rheology profile akan menentukan banyak hal yang ingin dicapai dari formulasi cat tembok, antara lain adalah KU Viscosity (low shear) ataupun ICI Viscosity (High Shear). Alat ini secara akurat mampu mengukur seluruh aspek rheology dan menggambarkan kurva rheology profile formulasi cat kita. Dengan mengetahui rheology profile, maka kita akan bisa melakukan optimalisasi formulasi cat dari sisi rheologynya. Alat ini disebut sebagai RHEO Meter.
6. Test Mikroorganisma
- Test In Can Preservation (Algae Challenge dan Fungal Challenge)
- Test Dry Film Protection (Algae dan Fungal Challenge, Weathering vs efficacy, etc)
Biasanya test ini dilakukan di lab produsen biocides maupun di third party (misal SGS/Sucofindo). Standard pengetesan yang digunakan selain ASTM adalah JIS.
7. Test Density
Menentukan efektifitas defoamer, dimana cat dengan banyak bubble akan memilik density lebih rendah dibanding dengan cat tanpa bubble. Ada sebagian bubble bersifat "micro bubble", sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Dengan bejana DENSITY METER, maka dapat ditentukan efektifitas defoamer yang berbeda dalam formulasi cat kita (jika secara kasat mata tidak terlihat).
8. Test Spatter (Cipratan)
Ini adalah test yang subjective, biasanya hanya menggunakan rolller dan dibandingkan antara berbagai formulasi dan dihitung masing-masing cipratan yang terjadi pada asumsi perlakuan yang sama.
1. Penentuan Viskositas
Karena cat tembok memiliki sifat Non-Newtonian (tidak mengalir), maka dibutuhkan alat pengukur viskositas yang disebut dengan STORMER Viscometer. Satuan viskositas cat tembok ditentukan dengan satuan KREBS UNIT atau disingkat KU. Alat ini berfungsi untuk menentukan Viskositas KU, yaitu viskositas cat tembok di saat kondisi low shear / no shear. Viskositas KU tidaklah berbanding lurus dengan viskositas Newtonian fluid, sehingga tidak bisa ditemukan korelasinya secara akurat.
2. Penentuan MFFT
Seperti dibahas sebelumnya tentang coalescent / coalescing aid, untuk cat tembok yang baik maka perlu ditentukan MFFT dari cat yang dihasilkan. Biasanya ukuran Tg dari latex yang digunakan dapat dijadikan indikasi, dan dosis coalescent yang optimal adalah dosis dimana pada suhu 0 (nol) Celsius, formulasi cat masih bisa kering. Ini adalah sebagai garansi bahwa cat tembok yang kita hasilkan dapat kering dalam kondisi normal pada rentang suhu 0 derajat Celsius keatas. Alat MFFT Tester berupa plat dengan temperature zone berbeda-beda. Setelah cat diaplikasikan diatas alat ini, maka kemudian cat bisa diamati kemampuan keringnya di berbagai bidang suhu diatas permukaan plat.
3. Penentuan Sag dan Levelling
Menggunakan alat Proofer untuk Sag dan Levelling. Cat diaplikasikan pada bidang datar standard (misal Leneta paper), kemudian ditaruh vertikal dan diamati kemampuan menahan gravity sag dan juga diamati levelling yang terlihat setelah aplikasi cat tersebut.
4. Penentuan Durability Film
Menggunakan Washability Scrub Tester (disebut juga Wet Scrub Abraser). Setelah cat diaplikasikan pada substrate plastik khusus (Leneta substrate) dan membentuk film, kemudian substrate ini diletakkan diatas alat ini, dan dialirkan air secara kontinu (atau chemicals lainnya, tergantung standard pengetesan yang dipakai) sambil disikat dengan sikat tertentu pada tekanan tertentu. Seberapa banyak gerakan sikat (cycle) yang dapat ditahan oleh cat diatas Leneta substrate itu menentukan kualitas / durability cat yang kita hasilkan.
5. Penentuan Rheology
Ini adalah test yang sangat kompleks mengingat alat ini sangat mahal dan tidak banyak pabrikan cat tembok yang benar-benar menguji untuk menentukan rheology profile yang tepat pada produk-produk yang mereka hasilkan. Adapun rheology profile akan menentukan banyak hal yang ingin dicapai dari formulasi cat tembok, antara lain adalah KU Viscosity (low shear) ataupun ICI Viscosity (High Shear). Alat ini secara akurat mampu mengukur seluruh aspek rheology dan menggambarkan kurva rheology profile formulasi cat kita. Dengan mengetahui rheology profile, maka kita akan bisa melakukan optimalisasi formulasi cat dari sisi rheologynya. Alat ini disebut sebagai RHEO Meter.
6. Test Mikroorganisma
- Test In Can Preservation (Algae Challenge dan Fungal Challenge)
- Test Dry Film Protection (Algae dan Fungal Challenge, Weathering vs efficacy, etc)
Biasanya test ini dilakukan di lab produsen biocides maupun di third party (misal SGS/Sucofindo). Standard pengetesan yang digunakan selain ASTM adalah JIS.
7. Test Density
Menentukan efektifitas defoamer, dimana cat dengan banyak bubble akan memilik density lebih rendah dibanding dengan cat tanpa bubble. Ada sebagian bubble bersifat "micro bubble", sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Dengan bejana DENSITY METER, maka dapat ditentukan efektifitas defoamer yang berbeda dalam formulasi cat kita (jika secara kasat mata tidak terlihat).
8. Test Spatter (Cipratan)
Ini adalah test yang subjective, biasanya hanya menggunakan rolller dan dibandingkan antara berbagai formulasi dan dihitung masing-masing cipratan yang terjadi pada asumsi perlakuan yang sama.
2 komentar:
Anonim mengatakan...
tolong jelaskan tentang filler,wesmint talc,zeocross,talc
liaoning secara lebih detil ...
kalau bisa secepatnyaa...
makasih...
kalau bisa secepatnyaa...
makasih...
@yantorhardjo mengatakan...
Talc itu merupakan filler fine particle yang berasal dari
bahan tambang. Biasanya memiliki efek mengentalkan karena memilik OA (Oil
Absorption) tinggi. Penggunaan talc bisa dipakai pada cat tembok untuk membantu
rheology (karena faktor mengentalkan), tapi kenyatannya tidak banyak dipakai,
apalagi dalam jumlah besar. Pada cat tembok tipe MATT (low gloss), penggunaan
talc juga diperuntukan sebagai additif penurun gloss level. Yang disebut diatas
seperti Westmint dan Liaoning, kemungkinan besar adalah merk.